Inisiasi 1: Tuhan dan Ketuhanan Yang Maha Esa
Iman merupakan asas yang menentukan ragam kepribadian manusia. Selama ini orang memahami bahwa iman artinya kepercayaan atau sikap batin, yaitu mempercayai adanya Allah, Malaikat, Rasul, Kitab, Hari Akhir (kiamat), Takdir baik dan buruk. Pengertian tersebut jika digandengkan dengan hadis Nabi yaitu aqdun bil qalbi wa ikraarun bil lisaani wa amalun bil arkani maka pengertiannya akan lebih operasional. Jika didefinisikan bahwa iman adalah kepribadian yang mencerminkan suatu keterpaduan antara kalbu, ucapan dan perilaku menurut ketentuan Allah, yang disampaikan oleh Malaikat kepada Nabi Muhammad. Ketentuan Allah tersebut dibukukan dalam bentuk Kitab yaitu kumpulan wahyu, yang dikonkretkan dalam Al-quran guna mencapai tujuan yang hakiki yaitu bahagia dalam hidup, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Isi kitab tersebut adalah ketentuan tentang nilai-nilai kehidupan yang baik dan yang buruk berdasarkan parameter dari Allah.
Ada tiga aspek iman yaitu pengetahuan, kemauan dan kemampuan. Orang yang beriman kepada Allah adalah yang memiliki pengetahuan, kemauan dan kemampuan untuk hidup dengan ajaran Al-quran seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah. Oleh karena itu, prasyarat untuk mencapai iman adalah memahami kandungan Al-quran. Dengan demikian strategi untuk menumbuhkembangkan keimanan kepada Allah adalah menumbuhkembangkan kegiatan, belajar dan mengajar Al-quran secara akademik. Tujuan belajar dan mengajar adalah bukan sekedar mampu membunyikan hurufnya, melainkan sampai memahami makna yang terkandung di dalamnya.
Kuat lemahnya iman seseorang sangat tergantung pada penguasaannya terhadap Al-quran. Kekeliruan dan kedangkalan dalam memahami makna Al-quran merupakan faktor yang membuat dangkal atau keliru dalam beriman. Untuk itu belajar dan mengajar Al-quran harus dilakukan secara terjadwal dan berkelanjutan. Belajar Al-quran tidak hanya di waktu kecil, namun harus berkelanjutan sampai ajal tiba.
Konsep tentang Ketuhanan Yang Maha Esa, menurut pemikiran manusia, berbeda dengan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa menurut ajaran Islam. Konsep Ketuhanan menurut pemikiran manusia baik deisme, panteisme, maupun eklektisme, tidak memberikan tempat bagi ajaran Allah dalam kehidupan, dalam arti ajaran Allah tidak fungsional. Paham panteisme meyakini Tuhan berperan, namun yang berperan adalah Zat-Nya, bukan ajaran-Nya. Sedangkan konsep ketuhanan dalam Islam justru intinya adalah konsep ketuhanan secara fungsional. Maksudnya, fokus dari konsep ketuhanan dalam Islam adalah bagaimana memerankan ajaran Allah dalam memanfaatkan ciptaan-Nya.
Segala yang ada di alam semesta ini diciptakan oleh Yang Maha Pencipta (Khalik). Manusia yang diberi akal, ketika memperhatikan gejala dan fenomena alam akan mengambil kesimpulan bahwa alam yang menakjubkan ini tentulah diciptakan oleh Yang Maha Agung. Akal yang logis juga memahami bahwa yang dicipta tidak sama dengan Pencipta.
Makhluk, kecuali ada yang nyata dapat diketahui dengan pancaindra, ada pula yang immateri dan tidak dapat dijangkau oleh indera manusia. Keyakinan akan adanya makhluk ghaib itu, akan dapat menyampaikan kepada keimanan, juga terhadap Yang Maha Ghaib, yaitu Khalik Pencipta alam semesta ini.
Inisiasi 2: Hakikat, Martabat, dan Tanggung Jawab Manusia
Zat yang bersifat lahir dan gaib itu menentukan postur manusia sebagai makhluk yang paling sempurna. Manusia mempunyai anggota badan, khususnya otak dan jantung yang berfungsi sebagai mekanisme biologi, yaitu seperangkat subsistem di dalam sistem tubuh manusia untuk menunjukkan keberadaannya (eksistensinya).
Susunan anggota badan manusia (fisik) sebenarnya sangat kompleks, tidak hanya terdiri dari otak dan jantung saja, yang masing-masing anggota badan satu sama lain dihubungkan melalui susunan syaraf yang sangat kompleks pula. Keadaan itu pun masih menggambarkan manusia yang kurang lengkap, karena kelengkapan manusia tidak hanya dari wujud fisiknya saja, akan tetapi juga dari kenyataan nonfisik yang justru tidak dimiliki oleh makhluk lain. Seperti ruh dan jiwa yang memerankan adanya proses berpikir, merasa, bersikap dan berserah diri serta mengabdi yang merupakan mekanisme, kejiwaan manusia sebagai makhluk Allah.
Kedua mekanisme yang terdapat pada manusia, yaitu mekanisme biologi yang berpusat pada jantung (sebagai pusat hidup) dan mekanisme kejiwaan yang berpusat pada otak (otak sebagai lembaga pikir, rasa, dan sikap sebagai pusat kehidupan).
Gambaran bahwa manusia merupakan makhluk yang sempurna, mungkin dapat dilihat dari kemampuannya untuk menentukan tujuan hidup. Tujuan hidup itu berdasarkan satu tata nilai yang memberikan corak pada seluruh kehidupan manusia yang terdiri dari proses mengetahui, mengalami, memikirkan, merasakan, dan membentuk sikap tertentu yang akhirnya tersusun pada suatu pola perilaku yang dapat menghasilkan karya manusia, baik yang bersifat fisik maupun bersifat nonfisik. Tinggi rendahnya derajat kemampuan, sempit luasnya cakupan tergantung pada kapasitas otak (Q.S. Al-Mu'min (40) : 35), melalui pusat susunan syaraf (terletak pada sumsum tulang belakang) sehingga memungkinkan seluruh anggota badan berfungsi dalam rangka pencapaian cita-cita. Cita-cita tersebut sering kali diistilahkan dengan akhlakul karimah atau perilaku yang baik.
Manusia ialah makhluk yang utama dan terutama di antara semua makhluk yang ada. Keutamaan manusia dapat dilihat dengan adanya potensi-potensi yang dimiliki oleh manusia, yang tidak terdapat pada makhluk lain. Dengan kelebihan itu manusia dijadikan sebagai khalifah Allah di bumi.
Kedudukan manusia sebagai khalifah Allah inilah, yang menjadikan mereka mempunyai sejumlah hak dan kewajiban. Hak di sini adalah suatu imbalan dari kewajiban-kewajiban yang telah ditunaikannya. Kewajiban dalam konteks dengan hukum Islam, berarti pekerjaan yang akan mendapat sanksi hukum apabila ditinggalkan.
Menurut kodratnya, manusia adalah makhluk yang paling mulia. Sesuai dengan namanya manusia adalah makhluk yang mempunyai naluri berperasaan, berkelompok, dan berpribadi. Selain itu manusia memiliki sifat pelupa atau cenderung memilih berbuat kesalahan. Dari sifat-sifatnya itu posisi manusia akan berbalik menjadi makhluk yang paling hina, bahkan lebih hina dari binatang.
Manusia diciptakan untuk mengelola dan memanfaatkan alam untuk mencapai kehidupan materi yang sejahtera dan bahagia di dunia, sekaligus dengan demikian ia dapat melaksanakan tugas beribadah kepada Pencipta untuk mencapai kebahagiaan immateri di akhirat kelak. Fungsi ganda manusia itu dikenal dalam istilah agama sebagai fungsi kekhalifahan dan kehambaan (untuk mengabdi dan beribadah).
Inisiasi 3 : Masyarakat Beradab, Peran Umat Beragama,HAM dan Demokrasi.
Masyarakat adalah sejumlah individu yang hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu,bergaul dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan kesadaran pada diri setiap anggotanya sebagai suatu kesatuan. Asal usul pembentukan masyarakat bermula dari fitrah manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain. Dari fitrah ini kemudian mereka berinteraksi satu sama lain dalam jangka waktu yang lama sehingga menimbulkan hubungan sosial yang pada gilirannya menumbuhkan kesadaran akan kesatuan. Untuk menjaga ketertiban daripada hubungan sosial itu, maka dibuatlah sebuah peraturan.
Dalam perkembangan berikutnya,seiring dengan berjumlahnya individu yang menjadi anggota tersebut dan perkembangan kebudayaan, masyarakat berkembang menjadi sesuatu yang kompleks. Maka muncullah lembaga sosial, kelompok sosial, kaidah-kaidah sosial sebagai struktur masyarakat dan proses sosial dan perubahan sosial sebagai dinamika masyarakat. Atas dasar itu, para ahli sosiologi menjelaskan masyarakat dari dua sudut: struktur dan dinamika.
Masyarakat beradab dan sejahtera dapat dikonseptualisasikan sebagai civil society atau masyarakat madani. Meskipun memeliki makna dan sejarah sendiri, tetapi keduanya, civil society dan masyarakat madani merujuk pada semangat yang sama sebagai sebuah masyarakat yang adil, terbuka, demokratis, sejahtera, dengan kesadaran ketuhanan yang tinggi yang diimplementasikan dalam kehidupan sosial.
Prinsip masyarakat beradab dan sejahtera (masyarakat madani) adalah keadilan sosial, egalitarianisme, pluralisme, supremasi hukum, dan pengawasan sosial. Keadilan sosial adalah tindakan adil terhadap setiap orang dan membebaskan segala penindasan. Egalitarianisme adalah kesamaan tanpa diskriminasi baik etnis, agama, suku, dll. Pluralisme adalah sikap menghormati kemajemukan dengan menerimanya secara tulus sebagai sebuah anugerah dan kebajikan. Supremasi hukum adalah menempatkan hukum di atas segalanya dan menetapkannya tanpa memandang “atas” dan “bawah”.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang plural di mana bangsa ini terdiri dari pelbagai macam suku, bahasa, etnis, agama, dll. meskipun plural, bangsa ini terikat oleh kesatuan kebangsaan akibat pengalaman yang sama: penjajahan yang pahit dan getir. Kesatuan kebangsaan itu dideklarasikan melalui Sumpah Pemuda 1928 yang menyatakan ikrar: satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa: Indonesia. Kesatuan kebangsaan momentum historisnya ada pada Pancasila ketika ia dijadikan sebagai falsafah dan ideologi negara. Jika dibandingkan, ia sama kedudukannya dengan Piagam Madinah. Keduanya, Pancasila dan Piagam Madinah merupakan platform bersama semua kelompok yang ada untuk mewujudkan cita-cita bersama, yakni masyarakat madani.
Salah satu pluralitas bangsa Indonesia adalah agama. Karena itu peran umat beragama dalam mewujudkan masyarakat madani sangat penting. Peran itu dapat dilakukan, antara lain, melalui dialog untuk mengikis kecurigaan dan menumbuhkan saling pengertian, melakukan studi-studi agama, menumbuhkan kesadaran pluralisme, dan menumbuhkan kesadaran untuk bersama-sama mewujudkan masyarakat madan.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah wewenang manusia yang bersifat dasar sebagai manusia untuk mengerjakan, meninggalkan, memiliki, mempergunakan atau menuntut sesuatu baik yang bersifat materi maupun immateri. Secara historis, pandangan terhadap kemanusiaan di Barat bermula dari para pemikir Yunani Kuno yang menggagas humanisme. Pandangan humanisme, kemudian dipertegas kembali pada zaman Renaissance. Dari situ kemudian muncul pelbagai kesepakatan nasional maupun internasional mengenai penghormatan hak-hak asasi manusia. Puncaknya adalah ketika Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Declaration of Human Right, disusul oleh ketentuan-ketentuan lain untuk melengkapi naskah tersebut. Secara garis besar, hak asasi manusia berisi hak-hak dasar manusia yang harus dilindungi yang meliputi hak hidup, hak kebebasan, hak persamaan, hak mendapatkan keadilan, dll.
Jauh sebelum Barat mengonseptualisasikan hak asasi manusia, terutama, sejak masa Renaissance, Islam yang dibawa oleh Rasulullah telah mendasarkan hak asasi manusia dalam kitab sucinya. Beberapa ayat suci al-Qur’an banyak mengonfirmasi mengenai hak-hak tersebut: hak kebebasan, hak mendapat keadilan, hak kebebasan, hak mendapatkan keamanan, dll. Puncak komitmen terhadap hak asasi manusia dinyatakan dalam peristiwa haji Wada di mana Rasulullah berpesan mengenai hak hidup, hak perlindungan harta, dan hak kehormatan.
Sama halnya dengan hak asasi manusia, demokrasi yang berarti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, secara historis telah ada sejak zaman Yunani Kuno sebagai respons terhadap pemerintahan otoriter yang tidak menutup partisipasi rakyat dalam setiap keputusan-keputusan publik. Melalui sejarah yang panjang, sekarang demokrasi dipandang sebagai sistem pemerintahan terbaik yang harus dianut oleh semua negara untuk kebaikan rakyat yang direalisasikan melalui hak asasi manusia. Hak asasi manusia hanya bisa diwujudkan dalam suatu sistem yang demokrasi di mana semua warga memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan berbangsa dan bernegara.
Sama halnya dengan hak asasi manusia, prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan, persamaan, dll. terdapat juga dalam Islam. Beberapa ayat al-Qur’an mengonfirmasi prinsip-prinsip tersebut. Selain itu juga, praktik Rasulullah dalam memimpin Madinah menunjukkan sikapnya yang demokratis. Faktanya adalah kesepakatan Piagam Madinah yang lahir dari ruang kebebasan dan persamaan serta penghormatan hak-hak asasi manusia.
ETIKA
Pengertian Etika
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata 'etika' yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat, akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata 'etika' yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : "ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)". Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai arti :
1. ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
2. kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak;
3. nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar "Dalam dunia bisnis etika merosot terus" maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’ dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1. Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
1. nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
Misalnya, jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisaberfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial.
2. kumpulan asas atau nilai moral.
Yang dimaksud di sini adalah kode etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik
3. ilmu tentang yang baik atau buruk.
Pengertian MoralEtika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.
Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata 'moral' yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata 'etika', maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu 'etika' dari bahasa Yunani dan 'moral' dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang "moralitas suatu perbuatan", artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Perbedaan Etiket dengan Etika
Perbedaan Etiket dengan Etika
K. Bertens dalam bukunya yang berjudul "Etika" (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket.
Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. "Jangan mencuri" merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggat etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.
Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan.
Etika bersifat absolut. "Jangan mencuri", "Jangan membunuh" merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4.. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampi sebagai "manusia berbulu ayam", dari luar sangan sopan dan halus, tapi di dalam penuh kebusukan.
Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik. sumber : http://www.ut.ac.id/html/suplemen/ipem4430/index.html
SISTEM PEMERINTAHAN DESA
INISIASI 1
Pengantar Inisiasi:
Topik yang disampaikan sebagai materi inisiasi pertama kali ini mengacu pada modul 1 BMP IPEM4208, oleh karena itu sebelum mengikuti topik ini, Anda diharapkan sudah membaca dan mengkaji semua kegiatan belajar pada modul 1 secara cermat.
Inisiasi berisi uraian singkat tentang sejarah terbentuknya desa. Perhatikan baik-baik materi inisiasi pertama ini.
Tujuan kompetensi khusus dari inisiasi pertama adalah mahasiswa mampu menjelaskan sejarah terbentuknya desa.
Inisiasi1:
Pada awalnya, struktur desa di suatu daerah dengan desa di daerah lain tidaklah sama. Namanya pun tidak sama. Sebagai contoh, di pulau Sumatra desa dikenal dengan berbagai nama. Di Aceh disebut Gampong, di Sumatera Barat dikenal Nagari, di Sumatra Selatan di sebut Marga, dan lain sebagainya. Desa-desa asli tersebut kemudian disebut sebagai Desa Adat.
Struktur desa yang kita kenal sekarang ini, adalah struktur desa-desa di Pulau Jawa. Sejak terjadi penyeragaman model dan struktur desa, sebagai akibat implementasi UU No. 5 Tahun 1979, Desa Adat kehilangan ciri khasnya.
Ditinjau dari proses terbentuknya sebuah desa, dikelompokkan 2(dua) macam, yakni Desa genealogis dan Desa Teritorial. Desa genealogis terbentuk karena persamaan pertalian darah, sehingga semua penduduk desa tersebut berasal dari keturunan yang sama. Sedang Desa Teritorial, terbentuk karena kesamaan kepentingan, yang biasanya karena adanya kesamaan dalam profesi pekerjaan.
Istilah Desa
Kata "desa" atau ada juga yang menyebutnya "dusun" atau "desi" berasal dari bahasa Sanskrit, yang artinya tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Perkataaan desa pada awalnya hanya dikenal di Jawa, Madura, dan Bali. Di lain daerah, ada berbagai nama, misalnya marga, nagari, dan lain sebagainya. Mungkin ditempat Anda tinggal, desa dapat dinamakan dengan isitilah lain.
Dalam perkembangannya, desa kemudian didefinisikan sebagai suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa untuk melaksanakan pemerintahan sendiri. Namun demikian, pada dasarnya terbentuknya desa berasal dari sekumpulan tanah pekarangan yang dimiliki anggotanya.
Dalam perkembangannya kemudian, seiirng dengan perkembangan suatu daerah, desa-desa tersebut kemudian menjadi bagian dari kadipaten, atau kerajaan dan kemudian menjadi bagian dari wilayah jajahan pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang.
INISIASI 2
Tentang kewenangan desa, Menurut peraturan perundang-undangan, desa atau yang disebut dengan nama lain dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, jelaslah bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan warganya dalam segala aspek penghidupan desa, baik dalam bidang pelayanan, pengaturan maupun pemberdayaan masyarakat. Di samping itu, pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat mengandung makna pemeliharaan terhadap hak-hak asli masyarakat desa dengan landasan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat (Wasistiono,2006). Keanekaragaman memiliki makna bahwa istilah desa dapat disesuaikan dengan asal-usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini berarti pola penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa harus menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat setempat namun tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Partisipasi memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat memiliki dan turut serta bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa. Otonomi asli memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti perkembangan jaman. Demokratisasi memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Permusyawaratan Desa dan lembaga kemasyarakatan sebagai mitra pemerintah desa. Pemberdayaan masyarakat memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, desa atau dengan nama aslinya yang setingkat adalah suatu kesatuan masyarakat hukum dengan karakteristik:
a. berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya menurut adat kebiasaan setempat, menurut peraturan negara atau peraturan daerah yang berlaku;
b. desa wajib melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah daerah;
c. untuk melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, kepada desa dapat diberikan sumbangan atau bantuan
INISIASI 3
Keuangan Desa
Penyelenggaraan pemerintahan desa akan terlaksana secara optimal apabila desa memiliki kapasitas keuangan yang memadai sehingga penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya terlaksana dengan baik. Rendahnya kemampuan keuangan desa dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan serta kewenangannya akan menimbulkan siklus efek negatif antara lain ketidakmampuan melaksanakan fungsi pelayanan terhadap kepentingan masyarakat secara optimal. Keuangan Desa dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Pemerintahan Desa hingga saat ini lebih tepat jika disebut pemerintahan semu, dengan alasan tidak memiliki kewenangan menarik pajak / retribusi, perangkat desa bukan pegawai negeri dan perangkat desa tidak digaji oleh negara layaknya pegawai negeri (Wasistiono, 2006).
Sebagaimana kita maklumi bersama bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja desa, bantuan pemerintah pusat dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah pusat yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
A. Sumber-sumber Keuangan Desa
1. Pendapatan Desa
Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa dalam Undang-undang Nomor 5 Tahu 1979 tentang Pemerintahan Desa meliputi: Pendapatan Asli Desa yang terdiri dari hasil tanah kas desa, hasil dari swadaya dan partisipasi masyarakat, hasil dari gotong royong masyarakat, lain-lain dari usaha desa. Di samping itu, sumber pendapatan desa berasal dari pemberian pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang meliputi sumbangan dan bantuan pemerintah pusat, sumbangan dan bantuan pemerintah daerah, bagian dari pajak dan retribusi daerah yang diberikan kepada desa, dan lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pendapatan desa terdiri atas Pendapatan Asli Desa (PADesa); Bagi Hasil Pajak Kabupaten/Kota; Bagian dari Retribusi Kabupaten/Kota; Alokasi Dana Desa (ADD); Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa lainnya; Hibah; dan Sumbangan Pihak Ketiga. Pendapatan asli desa meliputi hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota adalah bantuan yang bersumber dari APBN, APBD provinsi, APBD kabupaten/kota yang disalurkan melalui kas desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Desa, antar Pemerintah Desa atau dari Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian. Sedangkan sumbangan dari pihak ketiga dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf dan/atau lain-lain sumbangan serta pemberian sumbangan tersebut tidak mengurangi kewajiban pihak penyumbang. Sementara itu, dalam Peraturan Pemrintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dikatakan bahwa sumber pendapatan desa terdiri atas :
a. pendapatan asli desa yang terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
b. bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
c. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa;
d. bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
Lebih lanjut ditegaskan bahwa sumber pendapatan desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa tidak dibenarkan diambil alih oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Sumber pendapatan daerah yang berada di desa baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh Provinsi atau Kabupaten/Kota tidak dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh pemerintah Desa. Bagian desa dari perolehan bagian pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan pengalokasiannya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Pungutan retribusi dan pajak lainnya yang telah dipungut oleh Desa tidak dibenarkan dipungut atau diambil alih oleh pemerintah Provinsi atau pemerintah Kabupaten/Kota. Sementara itu, pemberian hibah dan sumbangan tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak penyumbang kepada desa. Sumbangan yang berbentuk barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak dicatat sebagai barang inventaris kekayaan milik desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sumbangan yang berbentuk uang dicantumkan di dalam APBDesa. Ketentuan mengenai sumber pendapatan desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tersebut memuat :
a. sumber pendapatan;
b. jenis pendapatan;
c. rincian bagi hasil pajak dan retribusi daerah;
d. bagian dana perimbangan;
e. persentase dana alokasi desa;
f. hibah;
g. sumbangan;
h. kekayaan.
2. Alokasi Dana Desa
Alokasi dana desa (ADD) berasal dari APBD kabupaten/kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10 % (sepuluh persen). Tujuan ADD adalah:
a. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan;
b. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat;
c. Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan;
d. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial;
e. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat;
f. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;
g. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat;
h. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa).
Pengelolaan ADD merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan keuangan desa. Azas yang dipergunakan dalam penetapan ADD adalah:
a. Azas Merata yaitu besarnya bagian ADD yang sama untuk setiap desa, yang disebut sebagai Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM).
b. Azas Adil yaitu besarnya bagian ADD berdasarkan Nilai Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu, (misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan, dan sebagainya), yang disebut sebagai Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP).
Besarnya prosentase perbandingan antara azas merata dan adil sebagai berikut : besarnya ADDM adalah 60% ( enampuluh persen) dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40% (empatpuluh persen) dari jumlah ADD.
ADD dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada bagian Pemerintahan Desa. Pemerintah Desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Kepala Desa. Kepala Desa mengajukan permohonan penyaluran ADD kepada Bupati c.q Kepala Bagian Pemerintahan Desa Sekretariat Daerah (Setda) kabupaten melalui camat setelah dilakukan verifikasi oleh Tim Pendamping Kecamatan. Bagian Pemerintahan Desa pada Setda Kabupaten akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten atau Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah (BPKKAD). Kepala Bagian Keuangan Setda atau Kepala BPKD atau Kepala BPKKAD akan menyalurkan ADD langsung dari kas Daerah ke rekening desa. Mekanisme Pencairan ADD dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/ kota.
Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD dalam APBDesa, sepenuhnya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Desa dengan mengacu pada Peraturan Bupati/Walikota. Penggunaan anggaran ADD adalah sebesar 30% (tigapuluh persen) untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa, sebesar 70% (tujuhpuluh persen) untuk biaya pemberdayaan masyarakat. Bagi belanja pemberdayaan masyarakat digunakan untuk: Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil; Penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDesa; Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan; Perbaikan lingkungan dan pemukiman; Teknologi tepat guna; Perbaikan kesehatan dan pendidikan; Pengembangan sosial budaya dan sebagainya yang dianggap penting.
Pertanggungjawaban ADD terintegrasi dengan pertanggungjawaban APBDesa, sehingga bentuk pertanggungjawabannya adalah pertanggungjawaban APBDesa. Sedangkan bentuk pelaporan atas kegiatan-kegiatan dalam APBDesa yang dibiayai dari ADD, adalah sebagai berikut:
a. Laporan Berkala, yaitu laporan mengenai pelaksanaan penggunaan dana ADD yang dibuat secara rutin setiap bulan. Adapun yang dimuat dalam laporan ini adalah realisasi penerimaan ADD, dan realisasi belanja ADD;
b. Laporan akhir dari penggunaan alokasi dana desa, mencakup perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana, masalah yang dihadapi dan rekomendasi penyelesaian hasil akhir penggunaan ADD.
Penyampaian Laporan dilaksanakan melalui jalur struktural yaitu dari Tim Pelaksana Tingkat Desa dan diketahui Kepala Desa ke Tim Pendamping Tingkat Kecamatan secara bertahap. Tim Pendamping Tingkat Kecamatan membuat laporan/rekapan dari seluruh laporan tingkat desa di wilayah secara bertahap melaporkan kepada Bupati cq. Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten/Kota. Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas pendampingan, maka Tim Pendamping dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota diluar dana ADD.
Pemerintah provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran ADD dari kabupaten/kota kepada desa. Pemerintah kabupaten/kota dan camat wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Pembinaan dan pengawasan pemerintah kabupaten/kota meliputi: pemberian pedoman dan bimbingan pelaksanaan ADD; pemberian bimbingan dan pelatihan, dan penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup perencanaan dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggung-jawaban APBDesa; pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa; dan pemberian pedoman dan bimbingan pelaksanaan administrasi keuangan desa. Sedangkan pembinaan dan pengawasan camat meliputi: fasilitasi administrasi keuangan desa; fasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa; fasilitasi pelaksanaan ADD; dan fasilitasi penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup perencanaan, dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBDesa.
Bagaimana pengelolaan alokasi dana desa pada desa tempat Anda tinggal?
3. Kekayaan Desa
Kekayaan Desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli desa, dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa atau perolehan hak lainnya yang sah. Jenis kekayaan desa terdiri atas: tanah kas desa; pasar desa; pasar hewan; tambatan perahu; bangunan desa; pelelangan ikan yang dikelola oleh desa dan; lain-lain kekayaan milik desa, antara lain :
1. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa/Daerah;
2. barang yang berasal dari perolehan lainnya dan/ atau dari pihak ketiga.
3. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
4. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
5. hak desa dari dana perimbangan, pajak daerah dan retribusi daerah;
6. hibah dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota;
7. hibah dari pihak ke 3 (tiga) yang sah dan tidak mengikat; dan
8. hasil kerjasama desa.
Kekayaan desa menjadi milik desa. Kekayaan tersebut dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa. Kekayaan desa dikelola oleh pemerintah desa dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat Desa. Pengelolaan kekayaan desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai. Pengelolaan kekayaan desa harus berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan pendapatan desa. Pengelolaan kekayaan desa harus mendapatkan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Biaya pengelolaan kekayaan desa dibebankan pada APBDesa. Perencanaan kebutuhan kekayaan desa disusun dalam rencana kerja dan APBDesa setelah memperhatikan ketersediaan barang milik desa yang ada. Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan kekayaan desa untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah ada dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar melakukan tindakan yang akan datang. Kekayaan desa diperoleh melalui: pembelian; sumbangan; bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah maupun pihak lain; dan bantuan dari pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana telah disinggung di muka bahwa pemanfaatan kekayaan desa adalah untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat desa. Pemanfaatan kekayaan desa adalah pendayagunaan kekayaan desa yang tidak dipergunakan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kekayaan desa.
1. sewa;
Sewa adalah pemanfaatan kekayaan desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu untuk menerima imbalan uang tunai. Pemanfaatan kekayaan desa berupa sewa dilakukan atas dasar: menguntungkan desa; jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sesuai dengan jenis kekayaan desa dan dapat diperpanjang; dan penetapan tarif sewa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD.
Sewa dilakukan dengan surat perjanjian sewa menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat: pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; obyek perjanjian sewa menyewa; jangka waktu; hak dan kewajiban para pihak; penyelesaian perselisihan; keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan peninjauan pelaksanaan perjanjian.
2. Pinjam pakai;
Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan kekayaan desa antar pemerintah desa dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir harus diserahkan kembali kepada pemerintah desa yang bersangkutan.
Pemanfaatan kekayaan desa berupa pinjam pakai hanya dilakukan oleh pemerintah desa dengan pemerintah desa. Pemanfaatan kekayaan desa berupa pinjam pakai dilaksanakan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD. Jangka waktu pinjam pakai paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang. Pinjam pakai dilakukan dengan surat perjanjian pinjam pakai yang sekurang-kurangnya memuat: pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; obyek perjanjian pinjam pakai; jangka waktu; hak dan kewajiban para pihak; penyelesaian perselisihan; keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan peninjauan pelaksanaan perjanjian.
3. kerjasama pemanfaatan;
Desa dapat mengadakan kerjasama untuk kepentingan desa yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada bupati/walikota melalui camat. Kerjasama antar desa dan desa dengan pihak ketiga dilakukan sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan. Untuk pelaksanaan kerjasama tersebut dapat dibentuk badan kerjasama.
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan kekayaan desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan desa bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Kerjasama pemanfaatan kekayaan desa terhadap tanah dan/atau bangunan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Kerjasama pemanfaatan kekayaan desa dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBDesa untuk memenuhi biaya operasional /pemeliharaan/perbaikan kekayaan desa;
b. penetapan mitra kerjasama pemanfaatan berdasarkan musyawarah mufakat antara Kepala Desa dan BPD;
c. ditetapkan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD;
d. tidak dibolehkan menggadaikan/memindahtangankan kepada pihak lain; dan
e. jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sesuai dengan jenis kekayaan desa dan dapat diperpanjang;
Kerjasama pemanfaatan kekayaan desa dilakukan dengan surat perjanjian kerjasama sekurang-kurangnya memuat: Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian, Obyek perjanjian pinjam pakai, Jangka waktu, Hak dan kewajiban para pihak, Penyelesaian perselisihan, Keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan Peninjauan pelaksanaan perjanjian
4. bangun serah guna dan bangun guna serah.
Bangun serah guna adalah pemanfaatan kekayaan desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
Bangun guna serah adalah pemanfaatan kekayaan desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu tertentu tersebut.
Pemanfaatan kekayaan desa berupa bangun serah guna dan bangun guna serah dilakukan atas dasar:
a. Pemerintah Desa memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan desa untuk kepentingan pelayanan umum.
b. tidak tersedia dana dalam APBDesa untuk penyediaan bangunan dan fasilitas.
Pemanfaatan kekayaan desa dilakukan atas dasar mengoptimalkan daya guna dan hasil guna kekayaan Desa; dan meningkatkan pendapatan desa. Hasil pemanfaatan kekayaan desa merupakan penerimaan/pendapatan desa. Penerimaan desa wajib seluruhnya disetorkan ke rekening desa. Kekayaan desa yang berupa tanah desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di desa setempat. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Keputusan Kepala Desa diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur. Tata cara pengelolaan kekayaan desa diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Kepala Desa menyampaikan laporan hasil pengelolaan kekayaan desa kepada Bupati/Walikota melalui camat setiap akhir tahun anggaran dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Laporan hasil pengelolaan kekayaan desa merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban. Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan kekayaan desa. Pembinaan dilakukan dengan menetapkan kebijakan teknis pengelolaan dan melindungi kekayaan desa. Bupati/Walikota melakukan pengawasan pengelolaan kekayaan desa melalui audit yang dilakukan oleh inspektorat kabupaten/kota.
Kekayaan desa sebagai akibat dari penggabungan desa, maka kekayaan desa dari desa yang digabung diserahkan menjadi milik desa baru. Penyerahan kekayaan desa dituangkan dalam berita acara serah terima yang ditandatangani oleh masing-masing Kepala Desa dan BPD bersangkutan dan diketahui oleh Bupati/Walikota. Pembagian kekayaan desa sebagai akibat pemekaran desa dilaksanakan berdasarkan musyawarah antar desa. Pembagian kekayaan desa difasilitasi oleh camat. Jika hasil musyawarah yang difasilitasi oleh camat tidak tercapai, maka pembagian kekayaan desa ditetapkan dengan keputusan Bupati/ Walikota. Keputusan Bupati/ Walikota harus mempertimbangkan : pemerataan dan keadilan; manfaat; transparansi; dan sosial budaya masyarakat setempat.
Coba Anda cermati pengelolaan kekayaan desa pada desa tempat Anda tinggal!
4. Badan Usaha Milik Desa
Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. Badan Usaha Milik Desa adalah usaha desa yang dikelola oleh pemerintah Desa. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang- undangan. Bentuk Badan Usaha Milik Desa harus berbadan hukum.
Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari :
a. pemerintah Desa;
b. tabungan masyarakat;
c. bantuan pemerintah, pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota;
d. pinjaman; dan/atau
e. penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan.
Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari pemerintah Desa dan masyarakat. Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pinjaman dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD.
Ketentuan tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tersebut memuat :
a. bentuk badan hukum;
b. kepengurusan;
c. hak dan kewajiban;
d. permodalan;
e. bagi hasil usaha;
f. kerjasama dengan pihak ketiga;
g. mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban.
Pengantar Inisiasi:
Topik yang disampaikan sebagai materi inisiasi pertama kali ini mengacu pada modul 1 BMP IPEM4208, oleh karena itu sebelum mengikuti topik ini, Anda diharapkan sudah membaca dan mengkaji semua kegiatan belajar pada modul 1 secara cermat.
Inisiasi berisi uraian singkat tentang sejarah terbentuknya desa. Perhatikan baik-baik materi inisiasi pertama ini.
Tujuan kompetensi khusus dari inisiasi pertama adalah mahasiswa mampu menjelaskan sejarah terbentuknya desa.
Inisiasi1:
Pada awalnya, struktur desa di suatu daerah dengan desa di daerah lain tidaklah sama. Namanya pun tidak sama. Sebagai contoh, di pulau Sumatra desa dikenal dengan berbagai nama. Di Aceh disebut Gampong, di Sumatera Barat dikenal Nagari, di Sumatra Selatan di sebut Marga, dan lain sebagainya. Desa-desa asli tersebut kemudian disebut sebagai Desa Adat.
Struktur desa yang kita kenal sekarang ini, adalah struktur desa-desa di Pulau Jawa. Sejak terjadi penyeragaman model dan struktur desa, sebagai akibat implementasi UU No. 5 Tahun 1979, Desa Adat kehilangan ciri khasnya.
Ditinjau dari proses terbentuknya sebuah desa, dikelompokkan 2(dua) macam, yakni Desa genealogis dan Desa Teritorial. Desa genealogis terbentuk karena persamaan pertalian darah, sehingga semua penduduk desa tersebut berasal dari keturunan yang sama. Sedang Desa Teritorial, terbentuk karena kesamaan kepentingan, yang biasanya karena adanya kesamaan dalam profesi pekerjaan.
Istilah Desa
Kata "desa" atau ada juga yang menyebutnya "dusun" atau "desi" berasal dari bahasa Sanskrit, yang artinya tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Perkataaan desa pada awalnya hanya dikenal di Jawa, Madura, dan Bali. Di lain daerah, ada berbagai nama, misalnya marga, nagari, dan lain sebagainya. Mungkin ditempat Anda tinggal, desa dapat dinamakan dengan isitilah lain.
Dalam perkembangannya, desa kemudian didefinisikan sebagai suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa untuk melaksanakan pemerintahan sendiri. Namun demikian, pada dasarnya terbentuknya desa berasal dari sekumpulan tanah pekarangan yang dimiliki anggotanya.
Dalam perkembangannya kemudian, seiirng dengan perkembangan suatu daerah, desa-desa tersebut kemudian menjadi bagian dari kadipaten, atau kerajaan dan kemudian menjadi bagian dari wilayah jajahan pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang.
INISIASI 2
Tentang kewenangan desa, Menurut peraturan perundang-undangan, desa atau yang disebut dengan nama lain dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, jelaslah bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan warganya dalam segala aspek penghidupan desa, baik dalam bidang pelayanan, pengaturan maupun pemberdayaan masyarakat. Di samping itu, pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat mengandung makna pemeliharaan terhadap hak-hak asli masyarakat desa dengan landasan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat (Wasistiono,2006). Keanekaragaman memiliki makna bahwa istilah desa dapat disesuaikan dengan asal-usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini berarti pola penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa harus menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat setempat namun tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Partisipasi memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat memiliki dan turut serta bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa. Otonomi asli memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti perkembangan jaman. Demokratisasi memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Permusyawaratan Desa dan lembaga kemasyarakatan sebagai mitra pemerintah desa. Pemberdayaan masyarakat memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, desa atau dengan nama aslinya yang setingkat adalah suatu kesatuan masyarakat hukum dengan karakteristik:
a. berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya menurut adat kebiasaan setempat, menurut peraturan negara atau peraturan daerah yang berlaku;
b. desa wajib melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah daerah;
c. untuk melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, kepada desa dapat diberikan sumbangan atau bantuan
INISIASI 3
Keuangan Desa
Penyelenggaraan pemerintahan desa akan terlaksana secara optimal apabila desa memiliki kapasitas keuangan yang memadai sehingga penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya terlaksana dengan baik. Rendahnya kemampuan keuangan desa dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan serta kewenangannya akan menimbulkan siklus efek negatif antara lain ketidakmampuan melaksanakan fungsi pelayanan terhadap kepentingan masyarakat secara optimal. Keuangan Desa dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Pemerintahan Desa hingga saat ini lebih tepat jika disebut pemerintahan semu, dengan alasan tidak memiliki kewenangan menarik pajak / retribusi, perangkat desa bukan pegawai negeri dan perangkat desa tidak digaji oleh negara layaknya pegawai negeri (Wasistiono, 2006).
Sebagaimana kita maklumi bersama bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja desa, bantuan pemerintah pusat dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah pusat yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
A. Sumber-sumber Keuangan Desa
1. Pendapatan Desa
Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa dalam Undang-undang Nomor 5 Tahu 1979 tentang Pemerintahan Desa meliputi: Pendapatan Asli Desa yang terdiri dari hasil tanah kas desa, hasil dari swadaya dan partisipasi masyarakat, hasil dari gotong royong masyarakat, lain-lain dari usaha desa. Di samping itu, sumber pendapatan desa berasal dari pemberian pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang meliputi sumbangan dan bantuan pemerintah pusat, sumbangan dan bantuan pemerintah daerah, bagian dari pajak dan retribusi daerah yang diberikan kepada desa, dan lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pendapatan desa terdiri atas Pendapatan Asli Desa (PADesa); Bagi Hasil Pajak Kabupaten/Kota; Bagian dari Retribusi Kabupaten/Kota; Alokasi Dana Desa (ADD); Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa lainnya; Hibah; dan Sumbangan Pihak Ketiga. Pendapatan asli desa meliputi hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota adalah bantuan yang bersumber dari APBN, APBD provinsi, APBD kabupaten/kota yang disalurkan melalui kas desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Desa, antar Pemerintah Desa atau dari Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian. Sedangkan sumbangan dari pihak ketiga dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf dan/atau lain-lain sumbangan serta pemberian sumbangan tersebut tidak mengurangi kewajiban pihak penyumbang. Sementara itu, dalam Peraturan Pemrintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dikatakan bahwa sumber pendapatan desa terdiri atas :
a. pendapatan asli desa yang terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
b. bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
c. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa;
d. bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
Lebih lanjut ditegaskan bahwa sumber pendapatan desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa tidak dibenarkan diambil alih oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Sumber pendapatan daerah yang berada di desa baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh Provinsi atau Kabupaten/Kota tidak dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh pemerintah Desa. Bagian desa dari perolehan bagian pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan pengalokasiannya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Pungutan retribusi dan pajak lainnya yang telah dipungut oleh Desa tidak dibenarkan dipungut atau diambil alih oleh pemerintah Provinsi atau pemerintah Kabupaten/Kota. Sementara itu, pemberian hibah dan sumbangan tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak penyumbang kepada desa. Sumbangan yang berbentuk barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak dicatat sebagai barang inventaris kekayaan milik desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sumbangan yang berbentuk uang dicantumkan di dalam APBDesa. Ketentuan mengenai sumber pendapatan desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tersebut memuat :
a. sumber pendapatan;
b. jenis pendapatan;
c. rincian bagi hasil pajak dan retribusi daerah;
d. bagian dana perimbangan;
e. persentase dana alokasi desa;
f. hibah;
g. sumbangan;
h. kekayaan.
2. Alokasi Dana Desa
Alokasi dana desa (ADD) berasal dari APBD kabupaten/kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10 % (sepuluh persen). Tujuan ADD adalah:
a. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan;
b. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat;
c. Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan;
d. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial;
e. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat;
f. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;
g. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat;
h. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa).
Pengelolaan ADD merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan keuangan desa. Azas yang dipergunakan dalam penetapan ADD adalah:
a. Azas Merata yaitu besarnya bagian ADD yang sama untuk setiap desa, yang disebut sebagai Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM).
b. Azas Adil yaitu besarnya bagian ADD berdasarkan Nilai Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu, (misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan, dan sebagainya), yang disebut sebagai Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP).
Besarnya prosentase perbandingan antara azas merata dan adil sebagai berikut : besarnya ADDM adalah 60% ( enampuluh persen) dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40% (empatpuluh persen) dari jumlah ADD.
ADD dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada bagian Pemerintahan Desa. Pemerintah Desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Kepala Desa. Kepala Desa mengajukan permohonan penyaluran ADD kepada Bupati c.q Kepala Bagian Pemerintahan Desa Sekretariat Daerah (Setda) kabupaten melalui camat setelah dilakukan verifikasi oleh Tim Pendamping Kecamatan. Bagian Pemerintahan Desa pada Setda Kabupaten akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten atau Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah (BPKKAD). Kepala Bagian Keuangan Setda atau Kepala BPKD atau Kepala BPKKAD akan menyalurkan ADD langsung dari kas Daerah ke rekening desa. Mekanisme Pencairan ADD dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/ kota.
Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD dalam APBDesa, sepenuhnya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Desa dengan mengacu pada Peraturan Bupati/Walikota. Penggunaan anggaran ADD adalah sebesar 30% (tigapuluh persen) untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa, sebesar 70% (tujuhpuluh persen) untuk biaya pemberdayaan masyarakat. Bagi belanja pemberdayaan masyarakat digunakan untuk: Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil; Penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDesa; Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan; Perbaikan lingkungan dan pemukiman; Teknologi tepat guna; Perbaikan kesehatan dan pendidikan; Pengembangan sosial budaya dan sebagainya yang dianggap penting.
Pertanggungjawaban ADD terintegrasi dengan pertanggungjawaban APBDesa, sehingga bentuk pertanggungjawabannya adalah pertanggungjawaban APBDesa. Sedangkan bentuk pelaporan atas kegiatan-kegiatan dalam APBDesa yang dibiayai dari ADD, adalah sebagai berikut:
a. Laporan Berkala, yaitu laporan mengenai pelaksanaan penggunaan dana ADD yang dibuat secara rutin setiap bulan. Adapun yang dimuat dalam laporan ini adalah realisasi penerimaan ADD, dan realisasi belanja ADD;
b. Laporan akhir dari penggunaan alokasi dana desa, mencakup perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana, masalah yang dihadapi dan rekomendasi penyelesaian hasil akhir penggunaan ADD.
Penyampaian Laporan dilaksanakan melalui jalur struktural yaitu dari Tim Pelaksana Tingkat Desa dan diketahui Kepala Desa ke Tim Pendamping Tingkat Kecamatan secara bertahap. Tim Pendamping Tingkat Kecamatan membuat laporan/rekapan dari seluruh laporan tingkat desa di wilayah secara bertahap melaporkan kepada Bupati cq. Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten/Kota. Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas pendampingan, maka Tim Pendamping dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota diluar dana ADD.
Pemerintah provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran ADD dari kabupaten/kota kepada desa. Pemerintah kabupaten/kota dan camat wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Pembinaan dan pengawasan pemerintah kabupaten/kota meliputi: pemberian pedoman dan bimbingan pelaksanaan ADD; pemberian bimbingan dan pelatihan, dan penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup perencanaan dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggung-jawaban APBDesa; pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa; dan pemberian pedoman dan bimbingan pelaksanaan administrasi keuangan desa. Sedangkan pembinaan dan pengawasan camat meliputi: fasilitasi administrasi keuangan desa; fasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa; fasilitasi pelaksanaan ADD; dan fasilitasi penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup perencanaan, dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBDesa.
Bagaimana pengelolaan alokasi dana desa pada desa tempat Anda tinggal?
3. Kekayaan Desa
Kekayaan Desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli desa, dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa atau perolehan hak lainnya yang sah. Jenis kekayaan desa terdiri atas: tanah kas desa; pasar desa; pasar hewan; tambatan perahu; bangunan desa; pelelangan ikan yang dikelola oleh desa dan; lain-lain kekayaan milik desa, antara lain :
1. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa/Daerah;
2. barang yang berasal dari perolehan lainnya dan/ atau dari pihak ketiga.
3. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
4. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
5. hak desa dari dana perimbangan, pajak daerah dan retribusi daerah;
6. hibah dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota;
7. hibah dari pihak ke 3 (tiga) yang sah dan tidak mengikat; dan
8. hasil kerjasama desa.
Kekayaan desa menjadi milik desa. Kekayaan tersebut dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa. Kekayaan desa dikelola oleh pemerintah desa dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat Desa. Pengelolaan kekayaan desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai. Pengelolaan kekayaan desa harus berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan pendapatan desa. Pengelolaan kekayaan desa harus mendapatkan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Biaya pengelolaan kekayaan desa dibebankan pada APBDesa. Perencanaan kebutuhan kekayaan desa disusun dalam rencana kerja dan APBDesa setelah memperhatikan ketersediaan barang milik desa yang ada. Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan kekayaan desa untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah ada dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar melakukan tindakan yang akan datang. Kekayaan desa diperoleh melalui: pembelian; sumbangan; bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah maupun pihak lain; dan bantuan dari pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana telah disinggung di muka bahwa pemanfaatan kekayaan desa adalah untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat desa. Pemanfaatan kekayaan desa adalah pendayagunaan kekayaan desa yang tidak dipergunakan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kekayaan desa.
1. sewa;
Sewa adalah pemanfaatan kekayaan desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu untuk menerima imbalan uang tunai. Pemanfaatan kekayaan desa berupa sewa dilakukan atas dasar: menguntungkan desa; jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sesuai dengan jenis kekayaan desa dan dapat diperpanjang; dan penetapan tarif sewa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD.
Sewa dilakukan dengan surat perjanjian sewa menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat: pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; obyek perjanjian sewa menyewa; jangka waktu; hak dan kewajiban para pihak; penyelesaian perselisihan; keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan peninjauan pelaksanaan perjanjian.
2. Pinjam pakai;
Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan kekayaan desa antar pemerintah desa dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir harus diserahkan kembali kepada pemerintah desa yang bersangkutan.
Pemanfaatan kekayaan desa berupa pinjam pakai hanya dilakukan oleh pemerintah desa dengan pemerintah desa. Pemanfaatan kekayaan desa berupa pinjam pakai dilaksanakan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD. Jangka waktu pinjam pakai paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang. Pinjam pakai dilakukan dengan surat perjanjian pinjam pakai yang sekurang-kurangnya memuat: pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; obyek perjanjian pinjam pakai; jangka waktu; hak dan kewajiban para pihak; penyelesaian perselisihan; keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan peninjauan pelaksanaan perjanjian.
3. kerjasama pemanfaatan;
Desa dapat mengadakan kerjasama untuk kepentingan desa yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada bupati/walikota melalui camat. Kerjasama antar desa dan desa dengan pihak ketiga dilakukan sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan. Untuk pelaksanaan kerjasama tersebut dapat dibentuk badan kerjasama.
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan kekayaan desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan desa bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Kerjasama pemanfaatan kekayaan desa terhadap tanah dan/atau bangunan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Kerjasama pemanfaatan kekayaan desa dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBDesa untuk memenuhi biaya operasional /pemeliharaan/perbaikan kekayaan desa;
b. penetapan mitra kerjasama pemanfaatan berdasarkan musyawarah mufakat antara Kepala Desa dan BPD;
c. ditetapkan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD;
d. tidak dibolehkan menggadaikan/memindahtangankan kepada pihak lain; dan
e. jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sesuai dengan jenis kekayaan desa dan dapat diperpanjang;
Kerjasama pemanfaatan kekayaan desa dilakukan dengan surat perjanjian kerjasama sekurang-kurangnya memuat: Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian, Obyek perjanjian pinjam pakai, Jangka waktu, Hak dan kewajiban para pihak, Penyelesaian perselisihan, Keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan Peninjauan pelaksanaan perjanjian
4. bangun serah guna dan bangun guna serah.
Bangun serah guna adalah pemanfaatan kekayaan desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
Bangun guna serah adalah pemanfaatan kekayaan desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu tertentu tersebut.
Pemanfaatan kekayaan desa berupa bangun serah guna dan bangun guna serah dilakukan atas dasar:
a. Pemerintah Desa memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan desa untuk kepentingan pelayanan umum.
b. tidak tersedia dana dalam APBDesa untuk penyediaan bangunan dan fasilitas.
Pemanfaatan kekayaan desa dilakukan atas dasar mengoptimalkan daya guna dan hasil guna kekayaan Desa; dan meningkatkan pendapatan desa. Hasil pemanfaatan kekayaan desa merupakan penerimaan/pendapatan desa. Penerimaan desa wajib seluruhnya disetorkan ke rekening desa. Kekayaan desa yang berupa tanah desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di desa setempat. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Keputusan Kepala Desa diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur. Tata cara pengelolaan kekayaan desa diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Kepala Desa menyampaikan laporan hasil pengelolaan kekayaan desa kepada Bupati/Walikota melalui camat setiap akhir tahun anggaran dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Laporan hasil pengelolaan kekayaan desa merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban. Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan kekayaan desa. Pembinaan dilakukan dengan menetapkan kebijakan teknis pengelolaan dan melindungi kekayaan desa. Bupati/Walikota melakukan pengawasan pengelolaan kekayaan desa melalui audit yang dilakukan oleh inspektorat kabupaten/kota.
Kekayaan desa sebagai akibat dari penggabungan desa, maka kekayaan desa dari desa yang digabung diserahkan menjadi milik desa baru. Penyerahan kekayaan desa dituangkan dalam berita acara serah terima yang ditandatangani oleh masing-masing Kepala Desa dan BPD bersangkutan dan diketahui oleh Bupati/Walikota. Pembagian kekayaan desa sebagai akibat pemekaran desa dilaksanakan berdasarkan musyawarah antar desa. Pembagian kekayaan desa difasilitasi oleh camat. Jika hasil musyawarah yang difasilitasi oleh camat tidak tercapai, maka pembagian kekayaan desa ditetapkan dengan keputusan Bupati/ Walikota. Keputusan Bupati/ Walikota harus mempertimbangkan : pemerataan dan keadilan; manfaat; transparansi; dan sosial budaya masyarakat setempat.
Coba Anda cermati pengelolaan kekayaan desa pada desa tempat Anda tinggal!
4. Badan Usaha Milik Desa
Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. Badan Usaha Milik Desa adalah usaha desa yang dikelola oleh pemerintah Desa. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang- undangan. Bentuk Badan Usaha Milik Desa harus berbadan hukum.
Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari :
a. pemerintah Desa;
b. tabungan masyarakat;
c. bantuan pemerintah, pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota;
d. pinjaman; dan/atau
e. penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan.
Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari pemerintah Desa dan masyarakat. Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pinjaman dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD.
Ketentuan tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tersebut memuat :
a. bentuk badan hukum;
b. kepengurusan;
c. hak dan kewajiban;
d. permodalan;
e. bagi hasil usaha;
f. kerjasama dengan pihak ketiga;
g. mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban.
SiSTEM PEMERINTAHAN DAERAH
INISIASI 1
Sistem Pemerintahan Daerah
Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia dapat dilacak dalam kerangka konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam UUD 1945 terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan, yakni nilai unitaris dan nilai desentralisasi teritorial. Nilai dasar unitaris diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak akan mempunyai kesatuan pemerintah lain di dalamnya yang bersifat negara, artinya kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi diantara kesatuan-kesatuan pemerintahan. Sementara itu, nilai dasar desentralisasi teritorial diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam bentuk otonomi daerah. Secara teoritis, sedikitnya ada tujuh elemen (sub sistem) yang membentuk pemerintahan daerah, yaitu:
1. adanya urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Urusan tersebut merupakan isi otonomi yang menjadi dasar bagi kewenangan daerah untuk mengatur dang mengurus rumah tangganya;
2. adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang diserahkan kepada daerah;
3. adanya personil yaitu pegawai yang mempunyai tugas untuk menjalankan urusan otonomi yang menjadi isi rumah tangga daerah yang bersangkutan;
4. adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah;
5. adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil-wakil rakyat yang telah mendapatkan legitimasi untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah;
6. adanya manajemen pelayanan publik agar otonomi dapat berjalan secara efektif,efisien dan akuntabel;
7. adanya pengawasan, supervisi, monitoring dan evaluasi yang efektif dan efisien.
Ketujuh elemen di atas secara integrated merupakan suatu sistem yang membentuk pemerintahan daerah.
INISIASI 2
Kewenangan Daerah
Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut dapat dibedakan dalam tiga ajaran rumah tangga yaitu formil, materiil dan riil.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembagian urusan pemerintahan didasarkan kepada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi dan agama.
Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya di luar urusan pemerintahan yang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten/kota ke desa. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Namun demikian, terdapat bagian urusan pemerintahan yang bersifat concurrent, yaitu urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pembagian kewenangan yang concurrent tersebut didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.
INISIASI 3
Organisasi Pemerintah Daerah
Pada organisasi pemerintah, kegiatan yang dijalankan untuk mencapai tujuan didasarkan pada kewenangan yang dimilikinya. Pada era desentralisasi sekarang ini, pemerintah daerah diberi kebebasan yang luas untuk menyusun organisasinya sendiri. Pola organisasi pemerintah daerah yang serba seragam pada masa lalu digantikan dengan pola yang beraneka ragam. Pembentukan organisasi pemerintah daerah untuk menjalankan urusan/kewenangan didasarkan pada prinsip money follow function. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,bentuk dan susunan organisasi pemerintah daerah didasarkan pada kewenangan pemerintahan yang dimiliki daerah; karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah; kemampuan keuangan daerah; ketersediaan sumber daya aparatur; pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, lembaga pemerintahan daerah adalah Pemerintah daerah dan DPRD, sedangkan Pemerintah daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Kepala daerah adalah kepala pemerintah daerah yang dipilih secara demokratis, dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta unsur pelaksana urusan daerah diwadahi dalam lembaga dinas daerah. Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sedangkan perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan.
Sistem Pemerintahan Daerah
Pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia dapat dilacak dalam kerangka konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam UUD 1945 terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan, yakni nilai unitaris dan nilai desentralisasi teritorial. Nilai dasar unitaris diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak akan mempunyai kesatuan pemerintah lain di dalamnya yang bersifat negara, artinya kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik Indonesia tidak akan terbagi diantara kesatuan-kesatuan pemerintahan. Sementara itu, nilai dasar desentralisasi teritorial diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah dalam bentuk otonomi daerah. Secara teoritis, sedikitnya ada tujuh elemen (sub sistem) yang membentuk pemerintahan daerah, yaitu:
1. adanya urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. Urusan tersebut merupakan isi otonomi yang menjadi dasar bagi kewenangan daerah untuk mengatur dang mengurus rumah tangganya;
2. adanya kelembagaan yang merupakan pewadahan dari otonomi yang diserahkan kepada daerah;
3. adanya personil yaitu pegawai yang mempunyai tugas untuk menjalankan urusan otonomi yang menjadi isi rumah tangga daerah yang bersangkutan;
4. adanya sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah;
5. adanya unsur perwakilan yang merupakan perwujudan dari wakil-wakil rakyat yang telah mendapatkan legitimasi untuk memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah;
6. adanya manajemen pelayanan publik agar otonomi dapat berjalan secara efektif,efisien dan akuntabel;
7. adanya pengawasan, supervisi, monitoring dan evaluasi yang efektif dan efisien.
Ketujuh elemen di atas secara integrated merupakan suatu sistem yang membentuk pemerintahan daerah.
INISIASI 2
Kewenangan Daerah
Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dengan daerah otonom. Pembagian urusan pemerintahan tersebut dapat dibedakan dalam tiga ajaran rumah tangga yaitu formil, materiil dan riil.
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembagian urusan pemerintahan didasarkan kepada pemikiran bahwa selalu terdapat berbagai urusan pemerintahan yang sepenuhnya/tetap menjadi kewenangan pemerintah pusat. Urusan pemerintahan tersebut menyangkut kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan seperti politik luar negeri, pertahanan, keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi dan agama.
Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya di luar urusan pemerintahan yang ditentukan menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. Pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah dapat diselenggarakan secara langsung oleh pemerintahan daerah itu sendiri dan dapat pula penugasan oleh pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota dan desa atau penugasan dari pemerintah kabupaten/kota ke desa. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
Namun demikian, terdapat bagian urusan pemerintahan yang bersifat concurrent, yaitu urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat dilaksanakan bersama antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pembagian kewenangan yang concurrent tersebut didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan mempertimbangkan keserasian hubungan pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.
INISIASI 3
Organisasi Pemerintah Daerah
Pada organisasi pemerintah, kegiatan yang dijalankan untuk mencapai tujuan didasarkan pada kewenangan yang dimilikinya. Pada era desentralisasi sekarang ini, pemerintah daerah diberi kebebasan yang luas untuk menyusun organisasinya sendiri. Pola organisasi pemerintah daerah yang serba seragam pada masa lalu digantikan dengan pola yang beraneka ragam. Pembentukan organisasi pemerintah daerah untuk menjalankan urusan/kewenangan didasarkan pada prinsip money follow function. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,bentuk dan susunan organisasi pemerintah daerah didasarkan pada kewenangan pemerintahan yang dimiliki daerah; karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah; kemampuan keuangan daerah; ketersediaan sumber daya aparatur; pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga.
Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, lembaga pemerintahan daerah adalah Pemerintah daerah dan DPRD, sedangkan Pemerintah daerah adalah kepala daerah dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Kepala daerah adalah kepala pemerintah daerah yang dipilih secara demokratis, dipilih secara langsung oleh rakyat yang persyaratan dan tata caranya ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, kepala daerah dibantu oleh perangkat daerah. Secara umum perangkat daerah terdiri dari unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan koordinasi, diwadahi dalam lembaga sekretariat; unsur pendukung tugas kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik, diwadahi dalam lembaga teknis daerah; serta unsur pelaksana urusan daerah diwadahi dalam lembaga dinas daerah. Perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah. Sedangkan perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah, kecamatan dan kelurahan.
PENGANTAR ILMU POLITIK
INISIASI 1: Partai politik dan 'power sharing'
Isu power sharing, atau saya terjemahkan dengan istilah ‘berbagi kekuasaan’ adalah fenomena politik yang seharusnya dimiliki dalam kehidupan kepartaian. Apa sebenarnya power sharing ini? Power sharing mengacu pada partisipasi yang mewakili kelompok-kelompok untuk suatu keputusan politik. Artinya berbagai kepentingan disatukan menjadi satu suara dan inilah tugas tersulit bagi partai politik. Konflik akan muncul bila salah satu kelompok tidak terakomodasi kepentingannya. Oleh sebab itu, praktek yang terkait dengan power sharing adalah koalisi partai. Hal ini akan membangun budaya politik untuk bekerjasama, konsensus dan konsolidasi yang akan mengakomodasi kepentingan politik dari berbagai kelompok sehingga menjadi kebiasaan yang harus dijalankan partai politik. Partai politik yang besar, kecil, lama dan baru yang memiliki platform yang sama dibiasakan untuk bekerjasama.
Dalam power sharing ada istilah “One Size Fits All” yang menjelaskan keterkaitan partai politik dengan sistem pemilihan. Keterkaitan ini dijelaskan dengan membahas beberapa karakteristik, yaitu 1) sistem pemilihan anggota legislatif, 2) pelaksanaan sistem proposional; 3) sistem pemerintahan (presidensial atau parlimenter); 4) power sharing di lembaga eksekutif; 5) stabilitas kabinet; 6) pemilihan umum; 7) sistem federal dan desentralisasi; 8) power sharing di luar lembaga legislatif dan eksekutif.
Inisiasi 2: Sosialisasi politik dalam komunikasi politik
Sosialisasi politik merupakan kegiatan komunikasi politik yang tujuannya adalah untuk upaya pelestarian sistem politik. Sosialisasi politik bersifat dinamis karena sangat tergantung dari situasi dan kondisi masyarakat di dalam lingkungan sistem politik.
Dalam modul 5 dijelaskan bahwa tujuan sosialisasi politik adalah untuk transformasi nilai-nilai yang akan menjadi pola keyakinan dan pola kepercayaan yang akan membawa bangsa ke arah kebesaran. Oleh sebab itu ada 3 dimensi untuk melihat tujuan sosialisasi politik yaitu: dimensi psikologis, dimensi ideologis dan dimensi normatif.
Dalam dimensi psikologis ditekankan pembentukan sikap, perilaku dan kepribadian politik. Dimensi psikologis lebih mementingkan tahapan yang berproses, mulai tahapan pengenalan, pemahaman sampai dengan tahapan kematangan politik karena telah berada pada kondisi adaptasi terhadap nilai-nilai yang berlangsung. Selanjutnya adalah tahapan menerima suatu nilai (ideologi) sebagai pola keyakinan, artinya simbol-simbol politik telah diinterpretasi ke dalam simbol-simbol keyakinan yang akan dijadikan pedoman untuk berperilaku. Proses psikologis dan ideologi ini akan terintegrasi ke dalam norma-norma dan kaidah-kaidah sebagai sistem norma yang berlaku.
Dalam proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat atau sebaliknya, maka biasanya proses sosialisasi politik dilakukan oleh agen sosialisasi politik misalnya partai politik yang menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada pemerintah. Dalam menyampaikan informasi makan agen sosialisasi politik berperan merumuskan dan menformulasi informasi sebelum disampaikan kepada komunikan. Sebagai komunikator politik maka partai politik akan menggunakan bahasa yang mudah dipahami masyarakat, dan sebaliknya segala keluhan, aspirasi dan tuntutan masyarakat akan digunakan dalam bahasa teknis untuk disampaikan kepada pemerintah.
Berkaitan dengan sosialisasi politik sebagai kegiatan komunikasi maka menarik juga apa yang dikatakan oleh Effendi Gazali, pengajar komunikasi politik FISIP-UI bahwa sesungguhnya komunikasi politik adalah bagian dari rekonstruksi budaya. Dia membantah anggapan bahwa komunikasi politik diperlukan hanya pada saat-saat pemilu terutama untuk kegiatan kampanye politik saja. Pada kenyataannya dikatakan bahwa komunikasi politik dilihat dalam konteks konstruksi budaya. Disini budaya dilihat sebagai perangkat lunak proses demokrasi dalam pembentukan mental nonfeodal, artinya budaya dapat menumbuhkan rasa memerdulikan pendidikan dan etika politik. Walaupun kita tahu bahwa komunikasi politik pada hakekatnya bertujuan untuk memenangkan pendapat dan dukungan publik, tetapi yang terpenting juga adalah melakukan proses pencerdasan publik dalam berpolitik.
Isu power sharing, atau saya terjemahkan dengan istilah ‘berbagi kekuasaan’ adalah fenomena politik yang seharusnya dimiliki dalam kehidupan kepartaian. Apa sebenarnya power sharing ini? Power sharing mengacu pada partisipasi yang mewakili kelompok-kelompok untuk suatu keputusan politik. Artinya berbagai kepentingan disatukan menjadi satu suara dan inilah tugas tersulit bagi partai politik. Konflik akan muncul bila salah satu kelompok tidak terakomodasi kepentingannya. Oleh sebab itu, praktek yang terkait dengan power sharing adalah koalisi partai. Hal ini akan membangun budaya politik untuk bekerjasama, konsensus dan konsolidasi yang akan mengakomodasi kepentingan politik dari berbagai kelompok sehingga menjadi kebiasaan yang harus dijalankan partai politik. Partai politik yang besar, kecil, lama dan baru yang memiliki platform yang sama dibiasakan untuk bekerjasama.
Dalam power sharing ada istilah “One Size Fits All” yang menjelaskan keterkaitan partai politik dengan sistem pemilihan. Keterkaitan ini dijelaskan dengan membahas beberapa karakteristik, yaitu 1) sistem pemilihan anggota legislatif, 2) pelaksanaan sistem proposional; 3) sistem pemerintahan (presidensial atau parlimenter); 4) power sharing di lembaga eksekutif; 5) stabilitas kabinet; 6) pemilihan umum; 7) sistem federal dan desentralisasi; 8) power sharing di luar lembaga legislatif dan eksekutif.
Inisiasi 2: Sosialisasi politik dalam komunikasi politik
Sosialisasi politik merupakan kegiatan komunikasi politik yang tujuannya adalah untuk upaya pelestarian sistem politik. Sosialisasi politik bersifat dinamis karena sangat tergantung dari situasi dan kondisi masyarakat di dalam lingkungan sistem politik.
Dalam modul 5 dijelaskan bahwa tujuan sosialisasi politik adalah untuk transformasi nilai-nilai yang akan menjadi pola keyakinan dan pola kepercayaan yang akan membawa bangsa ke arah kebesaran. Oleh sebab itu ada 3 dimensi untuk melihat tujuan sosialisasi politik yaitu: dimensi psikologis, dimensi ideologis dan dimensi normatif.
Dalam dimensi psikologis ditekankan pembentukan sikap, perilaku dan kepribadian politik. Dimensi psikologis lebih mementingkan tahapan yang berproses, mulai tahapan pengenalan, pemahaman sampai dengan tahapan kematangan politik karena telah berada pada kondisi adaptasi terhadap nilai-nilai yang berlangsung. Selanjutnya adalah tahapan menerima suatu nilai (ideologi) sebagai pola keyakinan, artinya simbol-simbol politik telah diinterpretasi ke dalam simbol-simbol keyakinan yang akan dijadikan pedoman untuk berperilaku. Proses psikologis dan ideologi ini akan terintegrasi ke dalam norma-norma dan kaidah-kaidah sebagai sistem norma yang berlaku.
Dalam proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat atau sebaliknya, maka biasanya proses sosialisasi politik dilakukan oleh agen sosialisasi politik misalnya partai politik yang menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada pemerintah. Dalam menyampaikan informasi makan agen sosialisasi politik berperan merumuskan dan menformulasi informasi sebelum disampaikan kepada komunikan. Sebagai komunikator politik maka partai politik akan menggunakan bahasa yang mudah dipahami masyarakat, dan sebaliknya segala keluhan, aspirasi dan tuntutan masyarakat akan digunakan dalam bahasa teknis untuk disampaikan kepada pemerintah.
Berkaitan dengan sosialisasi politik sebagai kegiatan komunikasi maka menarik juga apa yang dikatakan oleh Effendi Gazali, pengajar komunikasi politik FISIP-UI bahwa sesungguhnya komunikasi politik adalah bagian dari rekonstruksi budaya. Dia membantah anggapan bahwa komunikasi politik diperlukan hanya pada saat-saat pemilu terutama untuk kegiatan kampanye politik saja. Pada kenyataannya dikatakan bahwa komunikasi politik dilihat dalam konteks konstruksi budaya. Disini budaya dilihat sebagai perangkat lunak proses demokrasi dalam pembentukan mental nonfeodal, artinya budaya dapat menumbuhkan rasa memerdulikan pendidikan dan etika politik. Walaupun kita tahu bahwa komunikasi politik pada hakekatnya bertujuan untuk memenangkan pendapat dan dukungan publik, tetapi yang terpenting juga adalah melakukan proses pencerdasan publik dalam berpolitik.
KEPEMIMPINAN
INISIASI 1
Kepemimpinan Dalam Manajemen
Sebagaimana kita ketahui bahwa organisasi selalu berada dalam pengaruh perubahan. Perubahan tersebut dapat berasal dari dalam maupun dari luar organisasi. Faktor-faktor perubahan tersebut sudah barang tentu perlu disikapi oleh organisasi. Pada umumnya, organisasi memiliki cara sendiri-sendiri dalam menyikapi perubahan. Perbedaan cara tersebut karena adanya perbedaan sumber daya dan skill organisasi.
Dalam organisasi setiap orang memiliki peran yang spesifik dan sudah terencana. Perbedaan peranan ini terjadi karena adanya pembagian kerja. Untuk menyatukan perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab tersebut orang-orang diikat oleh tujuan organisasi. Agar tujuan organisasi dapat dicapai secara bersama-sama maka diperlukan kepemimpinan. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan, maka kegiatan-kegiatan organisasi perlu dikoordinasikan oleh pemimpin. Pemimpin dan individu lain perlu melakukan fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan sumber daya, dan pengawasan. Fungsi- fungsi tersebut sering disebut sebagai fungsi manajemen. Dengan demikian, manajemen mensyaratkan adanya tujuan, penggunaan orang-orang, bimbingan dan pengawasan. Untuk melaksanakannya, peran pembimbing sangat penting. Orang yang bertugas membimbing untuk mencapai tujuan disebut pemimpin. Dalam organisasi, fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dilaksanakan oleh pemimpin
Dengan demikian, terlihat bahwa kepemimpinan mutlak diperlukan oleh organisasi. Kepemimpinan sangat diperlukan untuk mengintegrasikan visi dan seluruh sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan adanya visi organisasi maka pemimpin memiliki tugas untuk menterjemahkan visi ke dalam strategi dan tindakan seluruh komponen organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Di samping itu, pemimpin harus mampu membangun budaya kerja yang mendukung pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin perlu memiliki kemampuan untuk mengembangkan kapasitasnya untuk memberdayakan seluruh komponen organisasi sehingga tugas pemimpin adalah mendorong segenap komponen organisasi untuk mencapai tujuan, bukan membatasinya. Tugas memberdayakan akan menempatkan pemimpin sebagai motor penggerak organisasi. Seorang pemimpin akan selalu berhubungan dengan rekan sekerja, pemerintah, masyarakat dan siapa saja yang berhubungan dengan organisasi yang dipimpinnya. Di samping itu, pemimpin juga akan menemukan bahwa tidak semua orang yang berhubungan dengannya berperilaku seperti yang diharapkan. Seorang pemimpin dituntut mampu berhadapan dengan situasi tersebut, tidak boleh memaksakan pendapat, memaksakan kehendak, dan merasa paling tahu. Pemimpin harus mampu mencari tahu apa kemauan mereka. Di sinilah pentingnya seorang pemimpin memiliki rasa sensitif secara sosial dan fleksibel dalam bertindak.
Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa untuk menjadi pemimpin diperlukan usaha yang sangat cerdas, lalu apa makna pemimpin itu?
Ada empat hal yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu :
a. pemimpin adalah orang yang memiliki pengikut;
b. pemimpin adalah orang yang mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal yang benar;
c. pemimpin adalah orang yang memberi teladan;
d. pemimpin adalah orang yang berani memikul tanggung jawab.
INISIASI 2
Kepemimpinan Visioner
Pada inisiasi sebelumnya telah disinggung mengenai salah satu tugas pemimpin yaitu mengintegrasikan visi. Apakah karena melaksanakan tugas seperti itu seorang pemimpin dikatakan sebagai pemimpin visioner?
Mengapa pemimpin yang visioner itu penting dan menentukan hidup matinya organisasi. Ada dua hal yang dapat menjelaskan pertanyaan tersebut, yaitu:
a. adanya perubahan lingkungan yang cenderung sulit diramalkan. Kesulitan meramalkan menyebabkan rencana strategis organisasi sering tidak cocok lagi dengan lingkungan yang selalu berubah.
b. Rencana strategis organisasi akhirnya digantikan oleh visi organisasi yang fleksibel dalam menghadapi perubahan lingkungan
Agar organisasi dapat hidup di tengah-tengah perubahan besar tersebut, maka organisasi harus dipimpin oleh orang yang memiliki jangkauan jauh ke depan dan memiliki keberanian untuk mewujudkan impiannya. Pemimpin di masa depan dituntut untuk terampil dalam :
- mendorong setiap anggota organisasi untuk mengidentifikasi masalah dan kemudian memecahkannya;
- memaksimalkan energi dengan cara keluar dari situasi status quo dan tidak terlalu bersikap kompromistis, menghasilkan keputusan yang berkualitas, mencapai target hasil yang optimal dengan teknik dan metode yang baru;
- mengolah data dan informasi dengan cepat;
- menyajikan informasi yang benar dan mudah dicerna;
- mahir dalam berkomunikasi;
- mengajak anggota organisasi untuk berpikir dan bertindak menurut agenda kegiatan mereka;
- mengolah,melatih, dan menggunakan intuisi untuk mengambil keputusan.
Dengan demikian, kepemimpinan visioner memiliki karakteristik :
a. memiliki kredibilitas dan dapat dipercaya, pimpinan dihormati dan dipercaya pengikutnya.
b. integritas, harus jujur dan dapat dipercaya
c. kompeten, memiliki keterampilan dan keahlian teknis, dan menjalin komunikasi
d. konsisten, memiliki ketaatan kepada visi dan misi organisasi
e. loyal, setia dan patuh kepada visi dan misi organisasi
f. terbuka, tidak tertutup terhadap masukan dari luar dirinya.
INISIASI 3
Peran Pemimpin Visioner
Apa sajakah peran yang harus dilakukan oleh pemimpin visioner? Ada lima peran yang perlu dilakukan oleh pemimpin visioner. Kelima peran tersebut adalah
1. peran merumuskan visi
2. peran menjalin hubungan
3. peran mengendalikan
4. peran melakukan dorongan
5. peran sebagai pemberi informasi
Pemimpin berfungsi untuk merumuskan visi. Tugas ini tidak harus dilakukan sendiri oleh pemimpin. Pemimpin dapat membentuk tim untuk membantunya merumuskan visi organisasi yang paling mungkin untuk dilaksanakan. Visi dapat memuat sasaran kuantitatif seperti target yang dinyatakan dengan prosentase atau dapat dinyatakan dengan tahun pencapaian dan dapat pula hanya menggambarkan kondisi pada masa depan yang akan dicapai. Visi yang baik mencakup tiga tujuan utama, yaitu
a. dapat menjadi petunjuk umum tentang arah perubahan;
b. mampu memotivasi orang untuk bertindak melalui arah yang benar dan
c. dapat membantu orang yang berbeda dalam melakukan koordinasi dengan cara yang lebih cepat dan efisien
Rumusan visi hendaknya mampu menarik dan menggoda seluruh anggota organisasi untuk mencapainya. Untuk itu, visi perlu disertai dengan rencana aksi. Rencana aksi ini diawali dengan perumusan tujuan. Langkah selanjutnya adalah melakukan motivasi . Visi yang sudah dirumuskan perlu diterjemahkan ke dalam tujuan yang terukur, misalnya visi tentang kualitas pelayanan. Visi ini perlu diterjemahkan ke dalam tujuan yang terukur. Ukuran kualitas pelayanan, misalnya kecepatan dalam memberikan pelayanan, keramahan dalam memberikan pelayanan dan ketepatan dalam memberikan pelayanan. Ukuran lain misalnya waktu. Pada tahun pertama target yang akan dicapai adalah misalnya penyediaan ruang kelas. Pada tahun kedua, kelengkapan peralatan ruang kelas, dst. Dengan adanya ukuran, maka evaluasi dan monitoring rencana pencapaian visi menjadi lebih terarah dan terukur. langkah selanjutnya adalah memotivasi bawahan. Memotivasi adalah tindakan yang dilakukan pemimpin untuk memberikan energi dan menumbuhkan keinginan bawahan untuk melakukan sesuatu.
Tugas menjalin hubungan dapat dilakukan melalui empat peranan yaitu membangun tim kerja, struktur personel, membangun jaringan dan perwakilan. Sementara itu, fungsi mengendalikan dapat dilakukan dengan mendefinisikan masalah atau jalan keluar, pembuatan keputusan, mendelegasikan, deskripsi kerja, dan mengelola konflik.
Apa yang harus dilakukan pemimpin visioner dalam melaksanakan peran sebagai pemberi dorongan?
Untuk melancarkan tugas-tugas organisasi, pemimpin perlu menetapkan sistem penggajian dan insentif. Sistem penggajian dan insentif yang baik dan adil adalah sistem yang mampu mendorong orang untuk bekerja lebih keras. Sistem yang adil adalah sistem yang mampu memberikan imbalan lebih kepada orang yang bekerja lebih keras (merit system). Imbalan dapat diberikan dalam bentuk materi maupun non materi. Imbalan materi misalnya gaji sedangkan imbalan non materi dapat berupa penghargaan dan pujian. peran memberikan dorongan ini dapat dilakukan dengan memberikan pengakuan, ganjaran, dan dorongan.
Apa yang harus dilakukan oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan peran sebagai pemberi informasi?
Peran penting pemimpin sebagai pemberi informasi dilakukan dengan membangun dan memelihara jaringan informasi yang mampu menjadi saluran komunikasi internal dan eksternal organisasi. Peranan ini dilakukan dengan jalan mendesain jaringan komunikasi, memonitor dan menginformasikan, dan melakukan fungsi konsultasi dan mentoring.
Inisiasi 4
Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam organisasi memfokuskan diri pada tujuan, misi dan desain organisasi. Seorang pemimpin dan juga para pengikutnya perlu memahami tujuan dan misi dari didirikannya organisasi. Ketika dipercaya sebagai pemimpin, ia perlu mengklarifikasi mandat, surat tugas yang diberikan kepadanya. Ia perlu mendefinisikan secara operasional apa tugas dan fungsinya dalam organisasi. Kemudian mempelajari siapa anggota organisasi, filsafat, tujuan, misi dan visi, budaya organisasi dan menjabarkan semua norma dalam rencana kegiatan operasional organisasi. Pemimpin dalam organisasi perlu mempelajari disain organisasi untuk memastikan apakah struktur organisasi mencerminkan tujuan dan misi organisasi. Jika para pemimpin dituntut seperti itu, marilah kita simak fungsi-fungsi kepemimpinan secara terinci.
Perbedaan utama antara pemimpin dan manajer, antara lain pemimpin selalu mempunyai visi. Visi adalah apa yang diimpikan, keadaan masyarakat yang dicita-citakan, apa yang ingin dicapai oleh pemimpin dan pengikutnya di masa yang akan datang. Visilah yang akan membawa pemimpin dan pengikut ke arah tertentu di masa mendatang dan yang memotivasi serta memberikan enerji untuk bergerak melakukan perubahan. Dalam dunia bisnis, visi sering disebut sebagai tujuan sosioekonomi dari perusahaan. Visi merupakan tujuan yang ingin dicapai, tetapi tidak semua tujuan dapat disebut visi. Suatu tujuan dapat disebut visi jika memenuhi persyaratan tertentu, yaitu visi merupakan abstraksi keadaan yang dicita-citakan, visi relatif tetap berada di benak pemimpin dan pengikut untuk waktu yang panjang, visi umumnya dilukiskan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat filosofis, visi memberikan aspirasi dan motivasi kepada pemimpin dan pengikutnya. Mungkin Anda bertanya bagaimana cara pemimpin menciptakan visinya?
Para pemimpin menciptakan visi dengan berbagai cara. Para Nabi dan Rasul memperoleh visinya dari Wayu Illahi. Mereka menjabarkan dan menjelaskannya kemudian mempengaruhi umat untuk merealisir wahyu tersebut. Sejumlah pemimpin menciptakan visinya melalui penelitian sejarah perkembangan masyarakat dan berdialog dengan para pengikutnya. Dalam dunia bisnis, pemimpin bisnis menciptakan atau mengembangkan visinya dengan proses yang dikembangkan oleh ilmu manajemen strategik. Prosesnya adalah melakukan analisis SWOT terhadap lingkungan internal dan eksternal dari sistem bisnis, dari analisis SWOT kemudian ditentukan posisi perusahaannya terhadap lingkungan usaha, setelah itu mendefinisikan kemungkinan peluang usaha dan mendefinisikan visi perusahaan.
Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa untuk merealisir visi, para pengikut dan pemimpin harus berpikir, bersikap dan berperilaku tertentu dalam melaksanakan tugasnya. Dengan berperilaku tertentu yang sesuai dengan visi, maka kemungkinan visi dapat terealisir lebih tinggi. Agar para pengikut berpikir, bersikap dan berperilaku sesuai dengan visi, pemimpin menetapkan pedoman perilaku dalam bentuk norma-norma. Pemimpin mengumpulkan nilai-nilai yang ada di masyarakat atau mengembangkan nilai-nilai baru. Nilai-nilai ini kemudian dipergunakan oleh pemimpin untuk memotivasi dan menggerakkan para pengikutnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kondisi pemimpin harus mengembangkan norma baru, pemimpin harus melakukan regenerasi nilai-nilai dengan menemukan elemen-elemen nilai yang masih hidup dan menyesuaikannya dengan perkembangan realitas masyarakat. Di samping itu, pemimpin mengembangkan norma baru karena norma yang ada tidak sesuai dengan visi pemimpin dan rasa keadilan masyarakat, misalnya reformasi di Indonesia yang terjadi sejak Mei 1998 merupakan contoh asumsi ini.
Setiap pemimpin memimpin suatu sistem sosial yang beranggotakan para pengikut yang perilaku dan sikapnya terpengaruh oleh pengaruh pemimpin, para pengikut yang bersikap netral terhadap kepemimpinan pemimpin maupun pengikut yang menolak kepemimpinan pemimpin. Mereka kemungkinan akan membentuk kelompok sosial yang mungkin saja memiliki tujuan, latar belakang budaya, pendidikan dan kelas sosial yang berbeda. Keadaan ini berpotensi untuk menimbulkan konflik. Jika terjadi konflik dan berkembang menjadi konflik destruktif, konflik tersebut mengganggu proses kepemimpinan karena konflik mempersulit pimpinan menciptakan sinerji, memperlemah daya tahan dan kompetitif organisasi, dan mengalihkan penggunaan sumber-sumber organisasi menjadi sumber untuk memperkuat kekuasaan pihak yang berkonflik . Konflik dalam batas tertentu memang bermanfaat untuk menciptakan sesuatu yang baru. Akan tetapi konflik menjadi tidak bermanfaat dan menghabiskan energi organisasi jika berkembang menjadi konflik destruktif. Di sinilah tugas pemimpin untuk memanajemen konflik agar konflik berkembang ke arah konflik konstruktif. dari sini kemudian mempersatukan para pengikutnya agar mampu menciptakan sinerji positif.
Kepemimpinan Dalam Manajemen
Sebagaimana kita ketahui bahwa organisasi selalu berada dalam pengaruh perubahan. Perubahan tersebut dapat berasal dari dalam maupun dari luar organisasi. Faktor-faktor perubahan tersebut sudah barang tentu perlu disikapi oleh organisasi. Pada umumnya, organisasi memiliki cara sendiri-sendiri dalam menyikapi perubahan. Perbedaan cara tersebut karena adanya perbedaan sumber daya dan skill organisasi.
Dalam organisasi setiap orang memiliki peran yang spesifik dan sudah terencana. Perbedaan peranan ini terjadi karena adanya pembagian kerja. Untuk menyatukan perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab tersebut orang-orang diikat oleh tujuan organisasi. Agar tujuan organisasi dapat dicapai secara bersama-sama maka diperlukan kepemimpinan. Oleh karena itu untuk mencapai tujuan, maka kegiatan-kegiatan organisasi perlu dikoordinasikan oleh pemimpin. Pemimpin dan individu lain perlu melakukan fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan sumber daya, dan pengawasan. Fungsi- fungsi tersebut sering disebut sebagai fungsi manajemen. Dengan demikian, manajemen mensyaratkan adanya tujuan, penggunaan orang-orang, bimbingan dan pengawasan. Untuk melaksanakannya, peran pembimbing sangat penting. Orang yang bertugas membimbing untuk mencapai tujuan disebut pemimpin. Dalam organisasi, fungsi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dilaksanakan oleh pemimpin
Dengan demikian, terlihat bahwa kepemimpinan mutlak diperlukan oleh organisasi. Kepemimpinan sangat diperlukan untuk mengintegrasikan visi dan seluruh sumber daya organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan adanya visi organisasi maka pemimpin memiliki tugas untuk menterjemahkan visi ke dalam strategi dan tindakan seluruh komponen organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Di samping itu, pemimpin harus mampu membangun budaya kerja yang mendukung pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu, pemimpin perlu memiliki kemampuan untuk mengembangkan kapasitasnya untuk memberdayakan seluruh komponen organisasi sehingga tugas pemimpin adalah mendorong segenap komponen organisasi untuk mencapai tujuan, bukan membatasinya. Tugas memberdayakan akan menempatkan pemimpin sebagai motor penggerak organisasi. Seorang pemimpin akan selalu berhubungan dengan rekan sekerja, pemerintah, masyarakat dan siapa saja yang berhubungan dengan organisasi yang dipimpinnya. Di samping itu, pemimpin juga akan menemukan bahwa tidak semua orang yang berhubungan dengannya berperilaku seperti yang diharapkan. Seorang pemimpin dituntut mampu berhadapan dengan situasi tersebut, tidak boleh memaksakan pendapat, memaksakan kehendak, dan merasa paling tahu. Pemimpin harus mampu mencari tahu apa kemauan mereka. Di sinilah pentingnya seorang pemimpin memiliki rasa sensitif secara sosial dan fleksibel dalam bertindak.
Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa untuk menjadi pemimpin diperlukan usaha yang sangat cerdas, lalu apa makna pemimpin itu?
Ada empat hal yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu :
a. pemimpin adalah orang yang memiliki pengikut;
b. pemimpin adalah orang yang mampu menggugah pengikutnya untuk melakukan hal-hal yang benar;
c. pemimpin adalah orang yang memberi teladan;
d. pemimpin adalah orang yang berani memikul tanggung jawab.
INISIASI 2
Kepemimpinan Visioner
Pada inisiasi sebelumnya telah disinggung mengenai salah satu tugas pemimpin yaitu mengintegrasikan visi. Apakah karena melaksanakan tugas seperti itu seorang pemimpin dikatakan sebagai pemimpin visioner?
Mengapa pemimpin yang visioner itu penting dan menentukan hidup matinya organisasi. Ada dua hal yang dapat menjelaskan pertanyaan tersebut, yaitu:
a. adanya perubahan lingkungan yang cenderung sulit diramalkan. Kesulitan meramalkan menyebabkan rencana strategis organisasi sering tidak cocok lagi dengan lingkungan yang selalu berubah.
b. Rencana strategis organisasi akhirnya digantikan oleh visi organisasi yang fleksibel dalam menghadapi perubahan lingkungan
Agar organisasi dapat hidup di tengah-tengah perubahan besar tersebut, maka organisasi harus dipimpin oleh orang yang memiliki jangkauan jauh ke depan dan memiliki keberanian untuk mewujudkan impiannya. Pemimpin di masa depan dituntut untuk terampil dalam :
- mendorong setiap anggota organisasi untuk mengidentifikasi masalah dan kemudian memecahkannya;
- memaksimalkan energi dengan cara keluar dari situasi status quo dan tidak terlalu bersikap kompromistis, menghasilkan keputusan yang berkualitas, mencapai target hasil yang optimal dengan teknik dan metode yang baru;
- mengolah data dan informasi dengan cepat;
- menyajikan informasi yang benar dan mudah dicerna;
- mahir dalam berkomunikasi;
- mengajak anggota organisasi untuk berpikir dan bertindak menurut agenda kegiatan mereka;
- mengolah,melatih, dan menggunakan intuisi untuk mengambil keputusan.
Dengan demikian, kepemimpinan visioner memiliki karakteristik :
a. memiliki kredibilitas dan dapat dipercaya, pimpinan dihormati dan dipercaya pengikutnya.
b. integritas, harus jujur dan dapat dipercaya
c. kompeten, memiliki keterampilan dan keahlian teknis, dan menjalin komunikasi
d. konsisten, memiliki ketaatan kepada visi dan misi organisasi
e. loyal, setia dan patuh kepada visi dan misi organisasi
f. terbuka, tidak tertutup terhadap masukan dari luar dirinya.
INISIASI 3
Peran Pemimpin Visioner
Apa sajakah peran yang harus dilakukan oleh pemimpin visioner? Ada lima peran yang perlu dilakukan oleh pemimpin visioner. Kelima peran tersebut adalah
1. peran merumuskan visi
2. peran menjalin hubungan
3. peran mengendalikan
4. peran melakukan dorongan
5. peran sebagai pemberi informasi
Pemimpin berfungsi untuk merumuskan visi. Tugas ini tidak harus dilakukan sendiri oleh pemimpin. Pemimpin dapat membentuk tim untuk membantunya merumuskan visi organisasi yang paling mungkin untuk dilaksanakan. Visi dapat memuat sasaran kuantitatif seperti target yang dinyatakan dengan prosentase atau dapat dinyatakan dengan tahun pencapaian dan dapat pula hanya menggambarkan kondisi pada masa depan yang akan dicapai. Visi yang baik mencakup tiga tujuan utama, yaitu
a. dapat menjadi petunjuk umum tentang arah perubahan;
b. mampu memotivasi orang untuk bertindak melalui arah yang benar dan
c. dapat membantu orang yang berbeda dalam melakukan koordinasi dengan cara yang lebih cepat dan efisien
Rumusan visi hendaknya mampu menarik dan menggoda seluruh anggota organisasi untuk mencapainya. Untuk itu, visi perlu disertai dengan rencana aksi. Rencana aksi ini diawali dengan perumusan tujuan. Langkah selanjutnya adalah melakukan motivasi . Visi yang sudah dirumuskan perlu diterjemahkan ke dalam tujuan yang terukur, misalnya visi tentang kualitas pelayanan. Visi ini perlu diterjemahkan ke dalam tujuan yang terukur. Ukuran kualitas pelayanan, misalnya kecepatan dalam memberikan pelayanan, keramahan dalam memberikan pelayanan dan ketepatan dalam memberikan pelayanan. Ukuran lain misalnya waktu. Pada tahun pertama target yang akan dicapai adalah misalnya penyediaan ruang kelas. Pada tahun kedua, kelengkapan peralatan ruang kelas, dst. Dengan adanya ukuran, maka evaluasi dan monitoring rencana pencapaian visi menjadi lebih terarah dan terukur. langkah selanjutnya adalah memotivasi bawahan. Memotivasi adalah tindakan yang dilakukan pemimpin untuk memberikan energi dan menumbuhkan keinginan bawahan untuk melakukan sesuatu.
Tugas menjalin hubungan dapat dilakukan melalui empat peranan yaitu membangun tim kerja, struktur personel, membangun jaringan dan perwakilan. Sementara itu, fungsi mengendalikan dapat dilakukan dengan mendefinisikan masalah atau jalan keluar, pembuatan keputusan, mendelegasikan, deskripsi kerja, dan mengelola konflik.
Apa yang harus dilakukan pemimpin visioner dalam melaksanakan peran sebagai pemberi dorongan?
Untuk melancarkan tugas-tugas organisasi, pemimpin perlu menetapkan sistem penggajian dan insentif. Sistem penggajian dan insentif yang baik dan adil adalah sistem yang mampu mendorong orang untuk bekerja lebih keras. Sistem yang adil adalah sistem yang mampu memberikan imbalan lebih kepada orang yang bekerja lebih keras (merit system). Imbalan dapat diberikan dalam bentuk materi maupun non materi. Imbalan materi misalnya gaji sedangkan imbalan non materi dapat berupa penghargaan dan pujian. peran memberikan dorongan ini dapat dilakukan dengan memberikan pengakuan, ganjaran, dan dorongan.
Apa yang harus dilakukan oleh pemimpin visioner dalam melaksanakan peran sebagai pemberi informasi?
Peran penting pemimpin sebagai pemberi informasi dilakukan dengan membangun dan memelihara jaringan informasi yang mampu menjadi saluran komunikasi internal dan eksternal organisasi. Peranan ini dilakukan dengan jalan mendesain jaringan komunikasi, memonitor dan menginformasikan, dan melakukan fungsi konsultasi dan mentoring.
Inisiasi 4
Fungsi Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam organisasi memfokuskan diri pada tujuan, misi dan desain organisasi. Seorang pemimpin dan juga para pengikutnya perlu memahami tujuan dan misi dari didirikannya organisasi. Ketika dipercaya sebagai pemimpin, ia perlu mengklarifikasi mandat, surat tugas yang diberikan kepadanya. Ia perlu mendefinisikan secara operasional apa tugas dan fungsinya dalam organisasi. Kemudian mempelajari siapa anggota organisasi, filsafat, tujuan, misi dan visi, budaya organisasi dan menjabarkan semua norma dalam rencana kegiatan operasional organisasi. Pemimpin dalam organisasi perlu mempelajari disain organisasi untuk memastikan apakah struktur organisasi mencerminkan tujuan dan misi organisasi. Jika para pemimpin dituntut seperti itu, marilah kita simak fungsi-fungsi kepemimpinan secara terinci.
Perbedaan utama antara pemimpin dan manajer, antara lain pemimpin selalu mempunyai visi. Visi adalah apa yang diimpikan, keadaan masyarakat yang dicita-citakan, apa yang ingin dicapai oleh pemimpin dan pengikutnya di masa yang akan datang. Visilah yang akan membawa pemimpin dan pengikut ke arah tertentu di masa mendatang dan yang memotivasi serta memberikan enerji untuk bergerak melakukan perubahan. Dalam dunia bisnis, visi sering disebut sebagai tujuan sosioekonomi dari perusahaan. Visi merupakan tujuan yang ingin dicapai, tetapi tidak semua tujuan dapat disebut visi. Suatu tujuan dapat disebut visi jika memenuhi persyaratan tertentu, yaitu visi merupakan abstraksi keadaan yang dicita-citakan, visi relatif tetap berada di benak pemimpin dan pengikut untuk waktu yang panjang, visi umumnya dilukiskan dengan menggunakan kata-kata atau kalimat filosofis, visi memberikan aspirasi dan motivasi kepada pemimpin dan pengikutnya. Mungkin Anda bertanya bagaimana cara pemimpin menciptakan visinya?
Para pemimpin menciptakan visi dengan berbagai cara. Para Nabi dan Rasul memperoleh visinya dari Wayu Illahi. Mereka menjabarkan dan menjelaskannya kemudian mempengaruhi umat untuk merealisir wahyu tersebut. Sejumlah pemimpin menciptakan visinya melalui penelitian sejarah perkembangan masyarakat dan berdialog dengan para pengikutnya. Dalam dunia bisnis, pemimpin bisnis menciptakan atau mengembangkan visinya dengan proses yang dikembangkan oleh ilmu manajemen strategik. Prosesnya adalah melakukan analisis SWOT terhadap lingkungan internal dan eksternal dari sistem bisnis, dari analisis SWOT kemudian ditentukan posisi perusahaannya terhadap lingkungan usaha, setelah itu mendefinisikan kemungkinan peluang usaha dan mendefinisikan visi perusahaan.
Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa untuk merealisir visi, para pengikut dan pemimpin harus berpikir, bersikap dan berperilaku tertentu dalam melaksanakan tugasnya. Dengan berperilaku tertentu yang sesuai dengan visi, maka kemungkinan visi dapat terealisir lebih tinggi. Agar para pengikut berpikir, bersikap dan berperilaku sesuai dengan visi, pemimpin menetapkan pedoman perilaku dalam bentuk norma-norma. Pemimpin mengumpulkan nilai-nilai yang ada di masyarakat atau mengembangkan nilai-nilai baru. Nilai-nilai ini kemudian dipergunakan oleh pemimpin untuk memotivasi dan menggerakkan para pengikutnya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kondisi pemimpin harus mengembangkan norma baru, pemimpin harus melakukan regenerasi nilai-nilai dengan menemukan elemen-elemen nilai yang masih hidup dan menyesuaikannya dengan perkembangan realitas masyarakat. Di samping itu, pemimpin mengembangkan norma baru karena norma yang ada tidak sesuai dengan visi pemimpin dan rasa keadilan masyarakat, misalnya reformasi di Indonesia yang terjadi sejak Mei 1998 merupakan contoh asumsi ini.
Setiap pemimpin memimpin suatu sistem sosial yang beranggotakan para pengikut yang perilaku dan sikapnya terpengaruh oleh pengaruh pemimpin, para pengikut yang bersikap netral terhadap kepemimpinan pemimpin maupun pengikut yang menolak kepemimpinan pemimpin. Mereka kemungkinan akan membentuk kelompok sosial yang mungkin saja memiliki tujuan, latar belakang budaya, pendidikan dan kelas sosial yang berbeda. Keadaan ini berpotensi untuk menimbulkan konflik. Jika terjadi konflik dan berkembang menjadi konflik destruktif, konflik tersebut mengganggu proses kepemimpinan karena konflik mempersulit pimpinan menciptakan sinerji, memperlemah daya tahan dan kompetitif organisasi, dan mengalihkan penggunaan sumber-sumber organisasi menjadi sumber untuk memperkuat kekuasaan pihak yang berkonflik . Konflik dalam batas tertentu memang bermanfaat untuk menciptakan sesuatu yang baru. Akan tetapi konflik menjadi tidak bermanfaat dan menghabiskan energi organisasi jika berkembang menjadi konflik destruktif. Di sinilah tugas pemimpin untuk memanajemen konflik agar konflik berkembang ke arah konflik konstruktif. dari sini kemudian mempersatukan para pengikutnya agar mampu menciptakan sinerji positif.
ETIKA PEMERINTAHAN
Materi Inisiasi 1
PENGERTIAN ETIKA
Etika berasal dari bahasa Latin ethicos. Ethicos ditarik dari kata ethos yang secara harfiah berarti kebiasaan, adat, sifat atau “batas”. Hal yang dimaksud ialah batas gerak ternak agar tidak keluar dari batas tersebut. Dengan perkataan lain, gerak ternak yang dibenarkan ialah di dalam batas dan tidak dibenarkan untuk bergerak di luar batas. Dengan demikian, gerak yang dianggap “baik” adalah di dalam batas atau berarti pula bahwa ada ketentuan, aturan gerak ternak. Pengertian etika tadi kemudian berkembang menjadi batas perbuatan manusia, yaitu ada ketentuan atau aturan mengenai perbuatan manusia, perbuatan mana yang dipandang “baik” dan wajib dilakukan dan perbuatan mana yang dianggap “buruk” dan harus dicegah. Etika melahirkan norma dan terdiri atas norma-norma perbuatan. Etika adalah ilmu yang normatif. Perbuatan disebut etis jika sesuai dengan norma etika tersebut. Menurut ilmu jiwa, gerakan yang berasal dari dalam diri manusia disebut “usaha” (streven-Bld, strive-Ing). Ada beberapa macam usaha, seperti tropisme.Untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang etika maka semua gejala yang akan dipelajari dibagi dalam 3 bidang masalah, yaitu sebagai berikut.1. 2. 3. Etika mempelajari perbuatan dan perilaku manusia dikaitkan dengan baik dan buruk, etika adalah ilmu tentang perbuatan susila yang benar, dengan perkataan lain dari etika diharapkan munculnya pemikiran yang mendalam mengenai pertanyaan, “Apa dan bagaimana saya harus berbuat?”.
Etika pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari perbuatan dan perilaku pamong negara dikaitkan dengan baik dan buruk, mempelajari perbuatan dan perilaku pamong negeri yang menurut susila dipandang baik. Secara ringkas etika pemerintahan mempelajari perbuatan pamong negeri yang bersusila baik.
Setelah Anda mengirimkan jawaban atas pertanyaan yang ada dalam materi 1 dan berpartisipasi aktif dalam forum diskusi, Silahkan Anda mempelajari materi yang akan dibahas pada materi 2 Nilai Utama Kebudayaan Minangkabau dan Bugis yang akan datang!
Materi Inisiasi 2
Menurut adat Minangkabau ada 8 (delapan) ketentuan dalam pergaulan hidup yaitu:
Adapun nilai-nilai dasar yang universal dalam adat Minangkabau adalah masalah hidup yang menentukan orientasi nilai budaya suatu masyarakat, yang terdiri dari hakekat hidup, hakekat kerja, hakekat kehidupan manusia dalam ruang waktu, hakekat hubungan manusia dengan alam, dan hakekat hubungan manusia dengan manusia.Sifat-sifat pribadi yang ideal menurut adat Minang meliputi antara lain: hidup berpikir, berukur dan berjangka,
Sedangkan nilai-nilai utama dalam masyarakat Bugis adalah: kejujuran, kecendekiaan, kepatutan, keteguhan, dan usaha. Selain nilai-nilai utama tersebut dalam masyarakat Bugis juga dikenal istilah Siri’ yang mempunyai arti: amat malu, dengan malu, malu sebagai kata sifat atau kata keadaan, perasaan malu yang akan datang!
Materi Inisiasi 3
Norma-Norma Etika
Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan yang bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan sentosa.
(Sumber : http://organisasi.org/pengertian-macam-jenis-norma-agama-kesusilaan-kesopanan-kebiasaan-hukum)
Norma terdiri dari beberapa macam/jenis, antara lain yaitu :
1. Norma Agama
2. Norma Kesusilaan
3. Norma Kesopanan
4. Norma Kebiasaan (Habit)
5. Norma Hukum
1. Norma Agama
2. Norma Kesusilaan
3. Norma Kesopanan
4. Norma Kebiasaan (Habit)
5. Norma Hukum
Penjelasan dan Pengertian Masing-Masing Jenis/Macam Norma Yang Berlaku Dalam Masyarakat :
1. Norma Agama
Adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran aqidah suatu agama. Norma ini bersifat mutlak yang mengharuskan ketaatan para penganutnya. Apabila seseorang tidak memiliki iman dan keyakinan yang kuat, orang tersebut cenderung melanggar norma-norma agama.
2. Norma Kesusilaan
Norma ini didasarkan pada hati nurani atau ahlak manusia. Melakukan pelecehan seksual adalah salah satu dari pelanggaran dari norma kesusilan.
3. Norma Kesopanan
Adalah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku yang berlaku di masyrakat. Cara berpakaian dan bersikap adalah beberapa contoh dari norma kesopanan.
Adalah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku yang berlaku di masyrakat. Cara berpakaian dan bersikap adalah beberapa contoh dari norma kesopanan.
4. Norma Kebiasaan (Habit)
Norma ini merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Orang-orang yang tidak melakukan norma ini dianggap aneh oleh anggota masyarakat yang lain. Kegiatan melakukan acara selamatan, kelahiran bayi dan mudik atau pulang kampung adalah contoh dari norma ini.
5. Norma Hukum
Adalah himpunan petunjuk hidup atau perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat (negara). Sangsi norma hukum bersifat mengikat dan memaksa. Melanggar rambu-rambu lalulintas adalah salah satu contoh dari norma hukum.
Dengan demikian, etika terdiri dari norma-norma atau aturan perilaku dan perbuatan. Aturan perilaku dan perbuatan atau aturan etika yang tidak terhingga banyaknya, dapat dibedakan dalam norma agama, moral, kebiasaan, dan hukum.
Untuk memahami etika, khususnya etika pemerintahan menuntut pemahaman norma-norma tersebut dan mematuhinya.
Hukum bisa dibedakan dari moral, kebiasaan dan agama, tetapi tidak dapat dipisahkan karena semua aturan tersebut merupakan aturan yang mengatur hubungan antarmanusia dalam hidup bermasyarakat. Dengan kata lain, antara hukum, moral, kebiasaan dan agama terdapat tumpang tindih yang luas atau terdapat hubungan yang sangat erat.
Materi Inisiasi 4
Asas-asas Pemerintahan yang Patut
1. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan pemerintahan.
2. Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki jika seorang pegawai dijatuhi hukuman maka hukuman jabatan itu harus seimbang dengan kelalaiannya. Perlu ditambahkan bahwa kepada pegawai yang bersangkutan harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk membela dirinya.
Sebaliknya, hukuman itu dijatuhkan oleh suatu badan Peradilan Administrasi, yang memang ahli di bidang hukum, dan dipandang bersifat tidak memihak dan tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadi, seperti Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) kita.
3. Asas Kesamaan
Asas ini ialah pembuatan ketetapan pemerintah. Asas ini menghendaki agar pemerintah mengambil tindakan atau melakukan perbuatan yang sama jika kasus dan faktanya sama.
4. Asas Kecermatan
Dengan asas ini dimaksudkan bahwa pemerintah atau pejabat atau perangkat pemerintah harus cermat dalam perbuatan dan tingkah lakunya. Misalnya, Pemerintah Kota sedang memperbaiki jalan. Adalah suatu kewajiban Pemerintah Kota yang bersangkutan untuk memasang rambu-rambu bagi para pemakai jalan tersebut yang memperingatkan mereka bahwa jalan sedang diperbaiki dan harus hati-hati melewatinya. Namun, Pemerintah Kota tidak memasang rambu-rambu tersebut dan terjadi kecelakaan, misalnya sebuah mobil terperosok lubang maka Pemerintah Kota dapat dituntut dan diwajibkan membayar ganti rugi.
5. Asas Motivasi
Asas ini berarti bahwa pembuatan ketetapan atau keputusan pemerintah harus ada motifnya, harus ada alasan yang cukup. Motivasi ini pun harus adil dan jelas. Motivasi itu perlu agar orang yang menerima ketetapan mengerti benar ketetapannya sendiri dan bagi yang menolak ketetapan dapat mencari dan mengambil alasan untuk naik banding untuk mencari dan memperoleh keadilan.
6. Asas Larangan Menyalahgunakan Wewenang
Pengertian “detournement de pouvoir” kita batasi dengan pengertian menurut Conseil d’Etat Perancis, yaitu hanya meliputi 3 kelompok ketetapan, terutama di mana pejabat atau perangkat pemerintah mempergunakan wewenang untuk tujuan lain daripada tujuan dalam peraturan perundang-undangan untuk mana wewenang tersebut diberikan kepadanya. Dengan perkataan lain, ini terjadi ketetapan tersebut bisa dibatalkan oleh yang berwenang dan pemerintah wajib menanggung ganti rugi yang timbul karena perbuatannya tersebut.
7. Asas Permainan yang Jujur
Jujur berarti juga layak, patut dan tulus. Asas ini berarti bahwa pemerintah harus memberikan keleluasaan yang luas kepada warga negara untuk mencari kebenaran dan keadilan. Dengan perkataan lain, menghargai instansi banding, yang merupakan kesempatan bagi warga negara untuk mencari dan memperoleh keadilan jika ia merasa diperlakukan tidak patut.
8. Asas Keadilan
Ini berarti bahwa pemerintah dilarang bertindak tidak adil dan sewenang-wenang. Ketetapan atau keputusan pemerintah yang tidak adil dan dianggap sewenang-wenang menurut kehendaknya sendiri saja, dapat dibatalkan oleh yang berwenang. Crince le Roy menampilkan contoh tentang seorang wanita bangsa Indonesia yang ingin bertempat tinggal di negara Belanda, dan permohonannya ditolak oleh Menteri yang bersangkutan karena harus berasimilasi. Keputusan Menteri tersebut dibatalkan oleh “Kroon”, yaitu Raja karena Menteri telah bertindak bertentangan dengan asas keadilan dan larangan bertindak menurut kehendaknya sendiri.
9. Asas Menanggapi Harapan yang Wajar
Crince le Roy memberikan contoh mengenai asas ini, sebagai berikut Seorang pegawai sipil memperoleh izin untuk mempergunakan kendaraannya sendiri untuk keperluan dinas. Setelah beberapa lama ia tidak mendapat tunjangan atau bantuan apa-apa karena peraturan yang ada pada dinas itu tidak memberikan kemungkinan untuk pemberian bantuan demikian. Maka, pemerintah yang bersangkutan menarik kembali keputusannya. Penarikan keputusan ini dibatalkan oleh Dewan Banding Pusat Belanda karena penarikan keputusan dimaksud dipandang tidak menanggapi harapan wajar, singkatnya bertentangan dengan asas memenuhi harapan yang wajar.
10. Asas Meniadakan Akibat Keputusan yang Dibatalkan
Crince le Roy mempersilakan mempelajari keputusan Central Board of Appeal Belanda tanggal 20-9-1961, hal.71, sebagai berikut: kadang-kadang keputusan pemerintah tentang pemberhentian pegawai tertentu dibatalkan oleh Civil Servant Board, yaitu Majelis Kepegawaian Sipil negara Belanda. Dalam hal demikian maka perangkat pemerintah yang bersangkutan wajib menerima kembali bekerjanya pegawai dimaksud dan selain dari itu harus juga membayar segala kerugian, yang mungkin disebabkan oleh keputusan pemberhentian.
11. Asas Perlindungan Cara Hidup Pribadi
Way of life atau cara atau pandangan hidup pribadi harus dilindungi. Demikian keinginan asas ini.
12. Asas Kebijaksanaan
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, Purwadarminta, kata “kebijaksanaan” berarti (a) hal bijaksana; kepandaian menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya), (b). pimpinan dan cara bertindak (mengenai pemerintahan, perkumpulan); dan (c). kecakapan bertindak apabila menghadapi orang lain (kesulitan).
Bagi pemerintah, perangkat pemerintah atau pejabat pemerintah, asas kebijaksanaan ini merupakan hal yang pokok karena selain harus diterapkan dalam fungsi pemerintah sebagai pelaksana peraturan perundang-undangan, yaitu tugas eksekutif menurut Trias politica atau tugas bestuur menurut Van Vollenhoven, asas kebijaksanaan diterapkan pula di dalam penyelenggaraan kepentingan yang belum atau tidak diatur di dalam peraturan perundang-undangan.
13. Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum
Pemerintah adalah penyelenggara kepentingan umum. Kepentingan umum tersebut sama dengan kepentingan negara atau masyarakat atau seluruh warga negara atau bangsa atau pemerintah daerah atau nasional.
Untuk itu perlu diletakkan asas-asas umum penyelenggaraan negara supaya bisa tercipta Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Governance). Kemudian, peran serta Masyarakat sangat diperlukan untuk mengawasi mereka, baik Eksekutif, yudikatif atau pun legislatif supaya tetap berpegang teguh pada Asas-asas Umum Pemerintahan ini.
Ada pun asas-asas tersebut adalah:
- Kecepatan dalam menangani masalah atau memutuskan perkara;
- obyektifitas dalam menilai kepentingan para fihak yang bersangkutan;
- Penilaian yang seimbang antara kepentingan-kepentingan berbagai fihak yang terkait;
- Kesamaan dalam memutus perkara atau menyelesaikan hal yang sama;
- Keadilan (fair play);
- Memberikan pertimbangan hukum yang benar, masuk akal dan adil;
- Larangan untuk menyatakan suatu peraturan hukum atau ketentuan lain secara berlaku surut;
- Tidak mengecewakan kepercayaan (trust) yang telah ditimbulkan oleh perilaku atau kata-kata yang diucapkan pejabat atau hakim;
- Menjamin kepastian hukum;
- Tidak melampaui kewenangan dan/atau menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk tujuan lain dari pada dasar atau sebab kewenangan itu diberikan. (Sumber : www.kompasiana.com)
Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 menyebutkan bahwa asas-asas Good Government (Pemerintahan Yang Baik) terdiri dari :
- Kepastian Hukum
- Tertib penyelenggaraan. Negara
- Kepentingan umum
- Keterbukaan
- Proporsionalitas
- Profesionalitas
Langganan:
Postingan (Atom)