INISIASI 1
Pengantar Inisiasi:
Topik yang disampaikan sebagai materi inisiasi pertama kali ini mengacu pada modul 1 BMP IPEM4208, oleh karena itu sebelum mengikuti topik ini, Anda diharapkan sudah membaca dan mengkaji semua kegiatan belajar pada modul 1 secara cermat.
Inisiasi berisi uraian singkat tentang sejarah terbentuknya desa. Perhatikan baik-baik materi inisiasi pertama ini.
Tujuan kompetensi khusus dari inisiasi pertama adalah mahasiswa mampu menjelaskan sejarah terbentuknya desa.
Inisiasi1:
Pada awalnya, struktur desa di suatu daerah dengan desa di daerah lain tidaklah sama. Namanya pun tidak sama. Sebagai contoh, di pulau Sumatra desa dikenal dengan berbagai nama. Di Aceh disebut Gampong, di Sumatera Barat dikenal Nagari, di Sumatra Selatan di sebut Marga, dan lain sebagainya. Desa-desa asli tersebut kemudian disebut sebagai Desa Adat.
Struktur desa yang kita kenal sekarang ini, adalah struktur desa-desa di Pulau Jawa. Sejak terjadi penyeragaman model dan struktur desa, sebagai akibat implementasi UU No. 5 Tahun 1979, Desa Adat kehilangan ciri khasnya.
Ditinjau dari proses terbentuknya sebuah desa, dikelompokkan 2(dua) macam, yakni Desa genealogis dan Desa Teritorial. Desa genealogis terbentuk karena persamaan pertalian darah, sehingga semua penduduk desa tersebut berasal dari keturunan yang sama. Sedang Desa Teritorial, terbentuk karena kesamaan kepentingan, yang biasanya karena adanya kesamaan dalam profesi pekerjaan.
Istilah Desa
Kata "desa" atau ada juga yang menyebutnya "dusun" atau "desi" berasal dari bahasa Sanskrit, yang artinya tanah air, tanah asal, atau tanah kelahiran. Perkataaan desa pada awalnya hanya dikenal di Jawa, Madura, dan Bali. Di lain daerah, ada berbagai nama, misalnya marga, nagari, dan lain sebagainya. Mungkin ditempat Anda tinggal, desa dapat dinamakan dengan isitilah lain.
Dalam perkembangannya, desa kemudian didefinisikan sebagai suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa untuk melaksanakan pemerintahan sendiri. Namun demikian, pada dasarnya terbentuknya desa berasal dari sekumpulan tanah pekarangan yang dimiliki anggotanya.
Dalam perkembangannya kemudian, seiirng dengan perkembangan suatu daerah, desa-desa tersebut kemudian menjadi bagian dari kadipaten, atau kerajaan dan kemudian menjadi bagian dari wilayah jajahan pemerintahan Hindia Belanda dan Jepang.
INISIASI 2
Tentang kewenangan desa, Menurut peraturan perundang-undangan, desa atau yang disebut dengan nama lain dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, diartikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Berdasarkan pengertian ini, jelaslah bahwa desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan warganya dalam segala aspek penghidupan desa, baik dalam bidang pelayanan, pengaturan maupun pemberdayaan masyarakat. Di samping itu, pengakuan terhadap kesatuan masyarakat hukum berdasarkan hak asal-usul dan adat istiadat mengandung makna pemeliharaan terhadap hak-hak asli masyarakat desa dengan landasan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat (Wasistiono,2006). Keanekaragaman memiliki makna bahwa istilah desa dapat disesuaikan dengan asal-usul dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat. Hal ini berarti pola penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa harus menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat setempat namun tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Partisipasi memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa harus mampu mewujudkan peran aktif masyarakat agar masyarakat memiliki dan turut serta bertanggung jawab terhadap perkembangan kehidupan bersama sebagai sesama warga desa. Otonomi asli memiliki makna bahwa kewenangan pemerintahan desa dalam mengatur dan mengurus masyarakat setempat didasarkan pada hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang terdapat pada masyarakat setempat namun harus diselenggarakan dalam perspektif administrasi pemerintahan negara yang selalu mengikuti perkembangan jaman. Demokratisasi memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa harus mengakomodasi aspirasi masyarakat yang diartikulasi dan diagregasi melalui Badan Permusyawaratan Desa dan lembaga kemasyarakatan sebagai mitra pemerintah desa. Pemberdayaan masyarakat memiliki makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di desa ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat melalui penetapan kebijakan, program dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, desa atau dengan nama aslinya yang setingkat adalah suatu kesatuan masyarakat hukum dengan karakteristik:
a. berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya menurut adat kebiasaan setempat, menurut peraturan negara atau peraturan daerah yang berlaku;
b. desa wajib melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan oleh pemerintah daerah;
c. untuk melaksanakan tugas dan kewenangan tersebut, kepada desa dapat diberikan sumbangan atau bantuan
INISIASI 3
Keuangan Desa
Penyelenggaraan pemerintahan desa akan terlaksana secara optimal apabila desa memiliki kapasitas keuangan yang memadai sehingga penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya terlaksana dengan baik. Rendahnya kemampuan keuangan desa dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan serta kewenangannya akan menimbulkan siklus efek negatif antara lain ketidakmampuan melaksanakan fungsi pelayanan terhadap kepentingan masyarakat secara optimal. Keuangan Desa dapat diartikan sebagai semua hak dan kewajiban dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban desa tersebut. Pemerintahan Desa hingga saat ini lebih tepat jika disebut pemerintahan semu, dengan alasan tidak memiliki kewenangan menarik pajak / retribusi, perangkat desa bukan pegawai negeri dan perangkat desa tidak digaji oleh negara layaknya pegawai negeri (Wasistiono, 2006).
Sebagaimana kita maklumi bersama bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi kewenangan desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja desa, bantuan pemerintah pusat dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. Penyelenggaraan urusan pemerintah pusat yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari anggaran pendapatan dan belanja negara.
A. Sumber-sumber Keuangan Desa
1. Pendapatan Desa
Pendapatan desa meliputi semua penerimaan uang melalui rekening desa yang merupakan hak desa dalam 1 (satu) tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh desa. Pendapatan desa dalam Undang-undang Nomor 5 Tahu 1979 tentang Pemerintahan Desa meliputi: Pendapatan Asli Desa yang terdiri dari hasil tanah kas desa, hasil dari swadaya dan partisipasi masyarakat, hasil dari gotong royong masyarakat, lain-lain dari usaha desa. Di samping itu, sumber pendapatan desa berasal dari pemberian pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang meliputi sumbangan dan bantuan pemerintah pusat, sumbangan dan bantuan pemerintah daerah, bagian dari pajak dan retribusi daerah yang diberikan kepada desa, dan lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pendapatan desa terdiri atas Pendapatan Asli Desa (PADesa); Bagi Hasil Pajak Kabupaten/Kota; Bagian dari Retribusi Kabupaten/Kota; Alokasi Dana Desa (ADD); Bantuan Keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Desa lainnya; Hibah; dan Sumbangan Pihak Ketiga. Pendapatan asli desa meliputi hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah. Bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota adalah bantuan yang bersumber dari APBN, APBD provinsi, APBD kabupaten/kota yang disalurkan melalui kas desa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan desa. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Desa, antar Pemerintah Desa atau dari Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian. Sedangkan sumbangan dari pihak ketiga dapat berbentuk hadiah, donasi, wakaf dan/atau lain-lain sumbangan serta pemberian sumbangan tersebut tidak mengurangi kewajiban pihak penyumbang. Sementara itu, dalam Peraturan Pemrintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa dikatakan bahwa sumber pendapatan desa terdiri atas :
a. pendapatan asli desa yang terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong, dan lain-lain pendapatan asli desa yang sah;
b. bagi hasil pajak daerah Kabupaten/Kota paling sedikit 10% (sepuluh perseratus) untuk desa dan dari retribusi Kabupaten/Kota sebagian diperuntukkan bagi desa;
c. bagian dari dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh Kabupaten/Kota untuk Desa paling sedikit 10% (sepuluh per seratus), yang pembagiannya untuk setiap Desa secara proporsional yang merupakan alokasi dana desa;
d. bantuan keuangan dari pemerintah, pemerintah Provinsi, dan pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
e. hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
Lebih lanjut ditegaskan bahwa sumber pendapatan desa yang telah dimiliki dan dikelola oleh desa tidak dibenarkan diambil alih oleh pemerintah atau pemerintah daerah. Sumber pendapatan daerah yang berada di desa baik pajak maupun retribusi yang sudah dipungut oleh Provinsi atau Kabupaten/Kota tidak dibenarkan adanya pungutan tambahan oleh pemerintah Desa. Bagian desa dari perolehan bagian pajak dan retribusi daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dan pengalokasiannya ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. Pungutan retribusi dan pajak lainnya yang telah dipungut oleh Desa tidak dibenarkan dipungut atau diambil alih oleh pemerintah Provinsi atau pemerintah Kabupaten/Kota. Sementara itu, pemberian hibah dan sumbangan tidak mengurangi kewajiban-kewajiban pihak penyumbang kepada desa. Sumbangan yang berbentuk barang, baik barang bergerak maupun barang tidak bergerak dicatat sebagai barang inventaris kekayaan milik desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sumbangan yang berbentuk uang dicantumkan di dalam APBDesa. Ketentuan mengenai sumber pendapatan desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tersebut memuat :
a. sumber pendapatan;
b. jenis pendapatan;
c. rincian bagi hasil pajak dan retribusi daerah;
d. bagian dana perimbangan;
e. persentase dana alokasi desa;
f. hibah;
g. sumbangan;
h. kekayaan.
2. Alokasi Dana Desa
Alokasi dana desa (ADD) berasal dari APBD kabupaten/kota yang bersumber dari bagian dana perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diterima oleh kabupaten/kota untuk desa paling sedikit 10 % (sepuluh persen). Tujuan ADD adalah:
a. Menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan;
b. Meningkatkan perencanaan dan penganggaran pembangunan di tingkat desa dan pemberdayaan masyarakat;
c. Meningkatkan pembangunan infrastruktur perdesaan;
d. Meningkatkan pengamalan nilai-nilai keagamaan, sosial budaya dalam rangka mewujudkan peningkatan sosial;
e. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban masyarakat;
f. Meningkatkan pelayanan pada masyarakat desa dalam rangka pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat;
g. Mendorong peningkatan keswadayaan dan gotong royong masyarakat;
h. Meningkatkan pendapatan desa dan masyarakat desa melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa).
Pengelolaan ADD merupakan satu kesatuan dengan pengelolaan keuangan desa. Azas yang dipergunakan dalam penetapan ADD adalah:
a. Azas Merata yaitu besarnya bagian ADD yang sama untuk setiap desa, yang disebut sebagai Alokasi Dana Desa Minimal (ADDM).
b. Azas Adil yaitu besarnya bagian ADD berdasarkan Nilai Bobot Desa (BDx) yang dihitung dengan rumus dan variabel tertentu, (misalnya kemiskinan, keterjangkauan, pendidikan dasar, kesehatan, dan sebagainya), yang disebut sebagai Alokasi Dana Desa Proporsional (ADDP).
Besarnya prosentase perbandingan antara azas merata dan adil sebagai berikut : besarnya ADDM adalah 60% ( enampuluh persen) dari jumlah ADD dan besarnya ADDP adalah 40% (empatpuluh persen) dari jumlah ADD.
ADD dalam APBD kabupaten/kota dianggarkan pada bagian Pemerintahan Desa. Pemerintah Desa membuka rekening pada bank yang ditunjuk berdasarkan Keputusan Kepala Desa. Kepala Desa mengajukan permohonan penyaluran ADD kepada Bupati c.q Kepala Bagian Pemerintahan Desa Sekretariat Daerah (Setda) kabupaten melalui camat setelah dilakukan verifikasi oleh Tim Pendamping Kecamatan. Bagian Pemerintahan Desa pada Setda Kabupaten akan meneruskan berkas permohonan berikut lampirannya kepada Kepala Bagian Keuangan Setda Kabupaten atau Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) atau Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah (BPKKAD). Kepala Bagian Keuangan Setda atau Kepala BPKD atau Kepala BPKKAD akan menyalurkan ADD langsung dari kas Daerah ke rekening desa. Mekanisme Pencairan ADD dalam APBDesa dilakukan secara bertahap atau disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi daerah kabupaten/ kota.
Pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang pembiayaannya bersumber dari ADD dalam APBDesa, sepenuhnya dilaksanakan oleh Tim Pelaksana Desa dengan mengacu pada Peraturan Bupati/Walikota. Penggunaan anggaran ADD adalah sebesar 30% (tigapuluh persen) untuk belanja aparatur dan operasional pemerintah desa, sebesar 70% (tujuhpuluh persen) untuk biaya pemberdayaan masyarakat. Bagi belanja pemberdayaan masyarakat digunakan untuk: Biaya perbaikan sarana publik dalam skala kecil; Penyertaan modal usaha masyarakat melalui BUMDesa; Biaya untuk pengadaan ketahanan pangan; Perbaikan lingkungan dan pemukiman; Teknologi tepat guna; Perbaikan kesehatan dan pendidikan; Pengembangan sosial budaya dan sebagainya yang dianggap penting.
Pertanggungjawaban ADD terintegrasi dengan pertanggungjawaban APBDesa, sehingga bentuk pertanggungjawabannya adalah pertanggungjawaban APBDesa. Sedangkan bentuk pelaporan atas kegiatan-kegiatan dalam APBDesa yang dibiayai dari ADD, adalah sebagai berikut:
a. Laporan Berkala, yaitu laporan mengenai pelaksanaan penggunaan dana ADD yang dibuat secara rutin setiap bulan. Adapun yang dimuat dalam laporan ini adalah realisasi penerimaan ADD, dan realisasi belanja ADD;
b. Laporan akhir dari penggunaan alokasi dana desa, mencakup perkembangan pelaksanaan dan penyerapan dana, masalah yang dihadapi dan rekomendasi penyelesaian hasil akhir penggunaan ADD.
Penyampaian Laporan dilaksanakan melalui jalur struktural yaitu dari Tim Pelaksana Tingkat Desa dan diketahui Kepala Desa ke Tim Pendamping Tingkat Kecamatan secara bertahap. Tim Pendamping Tingkat Kecamatan membuat laporan/rekapan dari seluruh laporan tingkat desa di wilayah secara bertahap melaporkan kepada Bupati cq. Tim Fasilitasi Tingkat Kabupaten/Kota. Pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas pendampingan, maka Tim Pendamping dibebankan pada Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) kabupaten/kota diluar dana ADD.
Pemerintah provinsi wajib mengkoordinir pemberian dan penyaluran ADD dari kabupaten/kota kepada desa. Pemerintah kabupaten/kota dan camat wajib membina dan mengawasi pelaksanaan pengelolaan keuangan desa. Pembinaan dan pengawasan pemerintah kabupaten/kota meliputi: pemberian pedoman dan bimbingan pelaksanaan ADD; pemberian bimbingan dan pelatihan, dan penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup perencanaan dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggung-jawaban APBDesa; pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa; dan pemberian pedoman dan bimbingan pelaksanaan administrasi keuangan desa. Sedangkan pembinaan dan pengawasan camat meliputi: fasilitasi administrasi keuangan desa; fasilitasi pengelolaan keuangan desa dan pendayagunaan aset desa; fasilitasi pelaksanaan ADD; dan fasilitasi penyelenggaraan keuangan desa yang mencakup perencanaan, dan penyusunan APBDesa, pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBDesa.
Bagaimana pengelolaan alokasi dana desa pada desa tempat Anda tinggal?
3. Kekayaan Desa
Kekayaan Desa adalah barang milik desa yang berasal dari kekayaan asli desa, dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa atau perolehan hak lainnya yang sah. Jenis kekayaan desa terdiri atas: tanah kas desa; pasar desa; pasar hewan; tambatan perahu; bangunan desa; pelelangan ikan yang dikelola oleh desa dan; lain-lain kekayaan milik desa, antara lain :
1. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBDesa/Daerah;
2. barang yang berasal dari perolehan lainnya dan/ atau dari pihak ketiga.
3. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;
4. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
5. hak desa dari dana perimbangan, pajak daerah dan retribusi daerah;
6. hibah dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota;
7. hibah dari pihak ke 3 (tiga) yang sah dan tidak mengikat; dan
8. hasil kerjasama desa.
Kekayaan desa menjadi milik desa. Kekayaan tersebut dibuktikan dengan dokumen kepemilikan yang sah atas nama desa. Kekayaan desa dikelola oleh pemerintah desa dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat Desa. Pengelolaan kekayaan desa dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, keterbukaan, efisiensi, akuntabilitas dan kepastian nilai. Pengelolaan kekayaan desa harus berdayaguna dan berhasilguna untuk meningkatkan pendapatan desa. Pengelolaan kekayaan desa harus mendapatkan persetujuan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Biaya pengelolaan kekayaan desa dibebankan pada APBDesa. Perencanaan kebutuhan kekayaan desa disusun dalam rencana kerja dan APBDesa setelah memperhatikan ketersediaan barang milik desa yang ada. Perencanaan kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan kekayaan desa untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah ada dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar melakukan tindakan yang akan datang. Kekayaan desa diperoleh melalui: pembelian; sumbangan; bantuan dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah maupun pihak lain; dan bantuan dari pihak ketiga yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana telah disinggung di muka bahwa pemanfaatan kekayaan desa adalah untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat desa. Pemanfaatan kekayaan desa adalah pendayagunaan kekayaan desa yang tidak dipergunakan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kekayaan desa.
1. sewa;
Sewa adalah pemanfaatan kekayaan desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu untuk menerima imbalan uang tunai. Pemanfaatan kekayaan desa berupa sewa dilakukan atas dasar: menguntungkan desa; jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sesuai dengan jenis kekayaan desa dan dapat diperpanjang; dan penetapan tarif sewa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD.
Sewa dilakukan dengan surat perjanjian sewa menyewa, yang sekurang-kurangnya memuat: pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; obyek perjanjian sewa menyewa; jangka waktu; hak dan kewajiban para pihak; penyelesaian perselisihan; keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan peninjauan pelaksanaan perjanjian.
2. Pinjam pakai;
Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan kekayaan desa antar pemerintah desa dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir harus diserahkan kembali kepada pemerintah desa yang bersangkutan.
Pemanfaatan kekayaan desa berupa pinjam pakai hanya dilakukan oleh pemerintah desa dengan pemerintah desa. Pemanfaatan kekayaan desa berupa pinjam pakai dilaksanakan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD. Jangka waktu pinjam pakai paling lama 7 (tujuh) hari dan dapat diperpanjang. Pinjam pakai dilakukan dengan surat perjanjian pinjam pakai yang sekurang-kurangnya memuat: pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian; obyek perjanjian pinjam pakai; jangka waktu; hak dan kewajiban para pihak; penyelesaian perselisihan; keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan peninjauan pelaksanaan perjanjian.
3. kerjasama pemanfaatan;
Desa dapat mengadakan kerjasama untuk kepentingan desa yang diatur dengan keputusan bersama dan dilaporkan kepada bupati/walikota melalui camat. Kerjasama antar desa dan desa dengan pihak ketiga dilakukan sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undangan. Untuk pelaksanaan kerjasama tersebut dapat dibentuk badan kerjasama.
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan kekayaan desa oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan desa bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Kerjasama pemanfaatan kekayaan desa terhadap tanah dan/atau bangunan ditetapkan dengan Keputusan Kepala Daerah. Kerjasama pemanfaatan kekayaan desa dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam APBDesa untuk memenuhi biaya operasional /pemeliharaan/perbaikan kekayaan desa;
b. penetapan mitra kerjasama pemanfaatan berdasarkan musyawarah mufakat antara Kepala Desa dan BPD;
c. ditetapkan oleh Kepala Desa setelah mendapat persetujuan BPD;
d. tidak dibolehkan menggadaikan/memindahtangankan kepada pihak lain; dan
e. jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun sesuai dengan jenis kekayaan desa dan dapat diperpanjang;
Kerjasama pemanfaatan kekayaan desa dilakukan dengan surat perjanjian kerjasama sekurang-kurangnya memuat: Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian, Obyek perjanjian pinjam pakai, Jangka waktu, Hak dan kewajiban para pihak, Penyelesaian perselisihan, Keadaan di luar kemampuan para pihak (force majeure); dan Peninjauan pelaksanaan perjanjian
4. bangun serah guna dan bangun guna serah.
Bangun serah guna adalah pemanfaatan kekayaan desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.
Bangun guna serah adalah pemanfaatan kekayaan desa berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu tertentu tersebut.
Pemanfaatan kekayaan desa berupa bangun serah guna dan bangun guna serah dilakukan atas dasar:
a. Pemerintah Desa memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan desa untuk kepentingan pelayanan umum.
b. tidak tersedia dana dalam APBDesa untuk penyediaan bangunan dan fasilitas.
Pemanfaatan kekayaan desa dilakukan atas dasar mengoptimalkan daya guna dan hasil guna kekayaan Desa; dan meningkatkan pendapatan desa. Hasil pemanfaatan kekayaan desa merupakan penerimaan/pendapatan desa. Penerimaan desa wajib seluruhnya disetorkan ke rekening desa. Kekayaan desa yang berupa tanah desa tidak diperbolehkan dilakukan pelepasan hak kepemilikan kepada pihak lain, kecuali diperlukan untuk kepentingan umum. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa dilakukan setelah mendapat ganti rugi sesuai harga yang menguntungkan desa dengan memperhatikan harga pasar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Penggantian ganti rugi berupa uang harus digunakan untuk membeli tanah lain yang lebih baik dan berlokasi di desa setempat. Pelepasan hak kepemilikan tanah desa ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. Keputusan Kepala Desa diterbitkan setelah mendapat persetujuan BPD dan mendapat ijin tertulis dari Bupati/Walikota dan Gubernur. Tata cara pengelolaan kekayaan desa diatur dengan Peraturan Bupati/Walikota.
Kepala Desa menyampaikan laporan hasil pengelolaan kekayaan desa kepada Bupati/Walikota melalui camat setiap akhir tahun anggaran dan/atau sewaktu-waktu apabila diperlukan. Laporan hasil pengelolaan kekayaan desa merupakan bagian dari laporan pertanggungjawaban. Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan kekayaan desa. Pembinaan dilakukan dengan menetapkan kebijakan teknis pengelolaan dan melindungi kekayaan desa. Bupati/Walikota melakukan pengawasan pengelolaan kekayaan desa melalui audit yang dilakukan oleh inspektorat kabupaten/kota.
Kekayaan desa sebagai akibat dari penggabungan desa, maka kekayaan desa dari desa yang digabung diserahkan menjadi milik desa baru. Penyerahan kekayaan desa dituangkan dalam berita acara serah terima yang ditandatangani oleh masing-masing Kepala Desa dan BPD bersangkutan dan diketahui oleh Bupati/Walikota. Pembagian kekayaan desa sebagai akibat pemekaran desa dilaksanakan berdasarkan musyawarah antar desa. Pembagian kekayaan desa difasilitasi oleh camat. Jika hasil musyawarah yang difasilitasi oleh camat tidak tercapai, maka pembagian kekayaan desa ditetapkan dengan keputusan Bupati/ Walikota. Keputusan Bupati/ Walikota harus mempertimbangkan : pemerataan dan keadilan; manfaat; transparansi; dan sosial budaya masyarakat setempat.
Coba Anda cermati pengelolaan kekayaan desa pada desa tempat Anda tinggal!
4. Badan Usaha Milik Desa
Dalam meningkatkan pendapatan masyarakat dan Desa, pemerintah Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi Desa. Badan Usaha Milik Desa adalah usaha desa yang dikelola oleh pemerintah Desa. Pembentukan Badan Usaha Milik Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa berpedoman pada peraturan perundang- undangan. Bentuk Badan Usaha Milik Desa harus berbadan hukum.
Permodalan Badan Usaha Milik Desa dapat berasal dari :
a. pemerintah Desa;
b. tabungan masyarakat;
c. bantuan pemerintah, pemerintah Provinsi dan pemerintah Kabupaten/Kota;
d. pinjaman; dan/atau
e. penyertaan modal pihak lain atau kerja sama bagi hasil atas dasar saling menguntungkan.
Kepengurusan Badan Usaha Milik Desa terdiri dari pemerintah Desa dan masyarakat. Badan Usaha Milik Desa dapat melakukan pinjaman sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pinjaman dilakukan setelah mendapat persetujuan BPD.
Ketentuan tentang Tata Cara Pembentukan dan Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota tersebut memuat :
a. bentuk badan hukum;
b. kepengurusan;
c. hak dan kewajiban;
d. permodalan;
e. bagi hasil usaha;
f. kerjasama dengan pihak ketiga;
g. mekanisme pengelolaan dan pertanggungjawaban.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
1 komentar:
tahu alur inventaris desanya gk?
Posting Komentar